Sehingga, dia menilai, pernyataan Dewan Kehormatan Peradi DKI yang melihat Firman merupakan anggota Peradi versi Luhut M P Pangaribuan, tak bisa disidangkan, dinilai tak tepat.
"Seandainya Firman anggota Peradi Luhut mereka (Peradi versi Fauzie Yusuf Hasibuan,-red) sudah mengajukan gugatan. Dalam surat gugatan itu, mereka tidak mengakui Peradi Luhut. Sementara di surat itu (keputusan,-red) mereka bilang ada Peradi lain," tuturnya.
Selain itu, dia menilai, ada argumentasi bertentangan satu sama lain yang dibuat Dewan Kehormatan Peradi DKI Jakarta.
Baca: Kisah Lengkap Wanita Dibunuh dan Dibakar Calon Suaminya: Awal Pertemuan Hingga Kasus Terungkap
Oleh karena itu, pihaknya meminta persidangan etik Firman dilanjutkan sehingga menghasilkan keputusan bersalah atau tidak.
Tak hanya itu, dia mengaku pihaknya telah memenuhi syarat administrasi yang diminta Dewan Kehormatan Peradi DKI. Seperti pembayaran biaya sidang Rp 5 juta via transfer, yang sebelumnya diajukan.
Sebelumnya, Firman Wijaya menyebutkan bahwa fakta persidangan berupa keterangan saksi telah mengungkap siapa sebenarnya aktor besar di balik proyek pengadaan e-KTP.
Berdasarkan keterangan saksi, menurut Firman, proyek e-KTP dikuasai oleh pemenang pemilu pada 2009, yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Adapun, saksi yang dimaksud Firman adalah mantan politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir.