Presiden @jokowi selalu bicara mengenai pentingnya efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi.
13) Itu sebabnya, dlm kurun 2014-2017, ada 23 lembaga non struktural (LNS) berupa badan maupun komisi yg telah dibubarkan pemerintah, mulai dari Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Benih Nasional, hingga Badan Pengendalian Bimbingan Massal (Bimas).
14) Tapi, pada saat bersamaan, Presiden justru malah terus menambah lembaga non-struktural baru.
15) Sejak 2014 hingga kini, melalui bbgai Perpres, dalam catatan sy Presiden setidaknya telah meneken 9 lembaga non-struktural baru, seperti Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), hingga BPIP ini.
16) Jumlahnya mmg hanya 9, tapi Anda bisa menghitung betapa mahalnya ongkos operasional lembaga-lembaga non-struktural baru yg dibikin Presiden @jokowi jika standar gaji pegawainya dibikin tak masuk akal begitu.
17) Dan keempat, dari sisi tata kelembagaan.
Kecenderungan Presiden untuk membuat lembaga baru setingkat kementerian seharusnya distop, krn bisa overlap dan menimbulkan bentrokan dgn lembaga-lembaga yg telah ada.
18) Dalam wacana mengenai penghidupan kembali Komando Operasi Gabungan (Koopsgab) TNI untuk menangani terorisme, misalnya, bukankah aneh jika Kepala KSP sangat dominan dlm mewacanakan hal-hal semacam itu.
19) Padahal itu adlh wilayah pertahanan dan keamanan di mana kita sudah punya Menteri Pertahanan dan juga Menko Polhukam di situ?
20) Mungkin krn yg bersangkutan merasa setingkat menteri, sehingga tak menyadari jika pernyataan-pernyataannya sudah offside terlalu jauh.
21) Jadi, menurut sy, Perpres No. 42/2018 seharusnya ditinjau kembali.
Jangan sampai cara pemerintah mendesain kelembagaan BPIP, menyusun personalia, dan kini mengatur gaji pejabatnya, justru melahirkan skeptisisme dan sinisme publik.
22) Itu kontra produktif terhadap misi pembinaan ideologi dan Pancasila itu sendiri.
Tak ada ruginya Perpres itu dicabut atau direvisi kembali. Perpres itu sudah melukai perasaan masyarakat yg kini sdg dihimpit kesulitan.