Di pertengahan 2018, bencana silih berganti melanda Indonesia. Mulai dari gempa bumi, tsunami dan likuifaksi melanda negeri ini. Pulau Lombok dan Sulawesi Tengah menjadi salah satu wilayah terparah yang dilanda bencana. Di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi, bencana tersebut menghilangkan sejumlah desa. Hingga akhirnya berbagai berita menyeruak ke public, menghiasi media masa.
Melihat kondisi tersebut, sesuai prosedur, tim relawan Dompet Dhuafa langsung terjun dalam respon bencana. Seperti contohnya pada bencana di Sulawesi Tengah, belum genap 24 jam, tepatnya pada 29 September 2018, tim Dompet Dhuafa melalui tiga daerah, yaitu Gorontalo, Balikpapan dan Makassar, langsung terjun ikut mengevakuasi korban dan melakukan asesement atas kebutuhan warga terdampak bencana.
“Sesuai prosedur kami, tim respon setiap ada bencana, dalam waktu 24 jam, sebisa mungkin langsung merapat ke lokasi kejadian. Bantuan dasar dan respon evakuasi menjadi bekal utama. Dari situlah, baru kita gulirkan program pendukungnya,” terang Bambang Suherman, selaku Direktur Resource Mobilization Dompet Dhuafa.
Sebulan setelahnya, saat pemerintah mencabut masa tanggap darurat, Dompet Dhuafa tak lantas lepas tangan. Pendirian Rumah Sementara (RUMTARA) bagi warga pengungsi digalakan, ratusan unit terbangun beserta fasilitas MCK. Klinik kesehatan di tengah kondisi pengungsian yang penuh teror penyakit didirikan, lengkap dengan dokter dan perawat. Tempat ibadah berupa mushala dan masjid dibangun, lengkap dengan Da’i sebagai nutrisi rohani para pengungsi.
Kini masuk di bulan kedua, kondisi sosial geografis sudah mulai stabil. Namun warga masih kebingungan dengan kegiatan yang akan dilakukan. Tapi tak perlu khawatir, atas dukungan para donatur, Dompet Dhuafa masih bertahan di Palu, Sigi, dan Donggala. Dengan semangat Humanesia, Kebaikan Kuatkan Kita, Dompet Dhuafa terus menggulirkan progam bagi warga terdampak. Mereka yang biasa bertani, diberikan alat berladang. Kemudian yang biasa berdagang, dibina dan diberikan modal.
Kurang lebih, itu alur singkat fase demi fase skema respon lembaga sosial kemanusian Dompet Dhuafa, dalam merespon bencana di Indonsia. Dompet Dhuafa memang dikenal luas berkat responnya terhadap peristiwa dan bencana di Indonesia. Di 2018, sudah terjadi puluhan bencana alam di Indonesia baik itu gempa bumi, banjir, erupsi gunung berapi dll. Satu hal yang sama, setiap ada bencana, Dompet Dhuafa selalu terlihat hadir membantu.
“Jika ada bencana maka Dompet Dhuafa akan terlibat dalam pengelolaan bencana tersebut, baik di fase awal maupun fase-fase selanjutnya. Terlebih seperti sekarang ini, bulan kemanusiaan telah tiba, saatnya kita perkuat dengan kebaikan bagi sesama, bersama Humanesia,” jelas Bambang.
Dalam respon bencana, Dompet Dhuafa membagi tiga fase. Pertama, fase tanggap darurat dengan terjunnya tim respon untuk mengelola penanganan cepat dan membantu para korban. Fase awal turun dengan empat tema besar, makanan, kesehatan, proteksi (hunian) dan sanitasi penyiapan perangkat-perangkat kebutuhan mck dan lain-lainnya.
Fase kedua, yaitu fase recovery. Dompet Dhuafa punya tujuan untuk mempercepat normalisasi kehidupan, agar setiap keluarga secara pragmatis memiliki hunian yang memungkingkan untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama. Sekolah sementara juga menjadi konsen Dompet Dhuafa, semakin cepat anak-anak sekolah, maka semakin cepat rilis trauma yang dihadapi. Bencana merubah ritme anak-anak.
Fase ketiga adalah normalisasi atau fase rekontruksi. Maka Dompet Dhuafa masuk melalui pemberdayaan reguler. Basis yang sudah diintervensi fase recovery, diperkuat dan diperluas dengan aktivasi bisnis-bisnis masyarakat yang sempat terhenti karena bencana.
Kemudian setelah fase-fase tersebut selesai, pada fase mitigasi Dompet Dhuafa tetap bekerja dengan membuat kampung tanggap bencana. Dalam satu kawasan dibuatkan peta dan penunjuk arah seperti jalur evakuasi aman bagi warga.
Bahkan Dompet Dhuafa mempertahankan kearifan lokal, sebagai modal dalam menjadikan kampung sadar bencana. Seperti yang terjadi di desa-desa di Jawa Barat dan Jawa Tengah, mereka biasa menggunakan alat kentongan, maka kami juga meneruskan itu. Jadi kami tidak mengubah apa yang sudah masyarakat pahami. Kini saatnya kita bersatu dalam gerakan Humanesia, satukan kebaikan untuk menguatkan kita semua.
Informasi lebih lanjut, cek di sini. (*)