Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Daroe Tri Darsono menilai ada upaya dari kuasa hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet untuk mengarahkan fakta persidangan.
Daroe melihat kuasa hukum Ratna Sarumpaet berusaha membuktikan kebohongan kliennya dilakukan dalam kondisi tidak sehat.
Akan tetapi, kesaksian dari dokter psikiater Fidiansyah justru menguatkan bahwa Ratna Sarumpaet melakukan kebohongan dalam kondisi depresi terkontrol.
Baca: Generasi Anak Bangsa Gelar Aksi Dukung KPU Setelah Aksi Kivlan Zen dan Egi Sudjana Batal
"Iya (ada upaya penggiringan), tapi faktanya dokter berkali-kali memastikan bahwa beliau ini statusnya depresi terkontrol. Konsentrasinya bagus itu artinya bahasa-bahasa dalam dunia psikiatri itu menunjukkan bahwa seseorang dia (Ratna) mengerti betul yang dia pikirkan, dia lakukan, dan dia ucapkan," ujar Daroe, usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Ia menilai penggiringan itu dilakukan kuasa hukum Ratna agar hakim menilai yang bersangkutan melakukan kebohongan dalam kondisi yang tak mampu bertanggung jawab atas perbuatannya.
Namun, berdasarkan kesaksian Fidiansyah, Ratna Sarumpaet justru diketahui berada dalam kondisi depresi terkontrol.
Baca: Kivlan Zen: Andi Arief Setan Gundul, Masa Kita Dibilang Setan Gundul
Sehingga, ia dinilai bertindak dalam kendali dirinya sendiri.
Selain itu, Daroe juga menegakan pemberian obat anti depresan kepada ibunda Atiqah Hasiholan itu dilakukan saat masih terkontrol dan bukannya kondisi depresi parah.
"Dokter memberikan obat itu karena (Ratna) dalam kondisi depresi. Tapi dokter mengatakan depresinya terkontrol artinya tidak sampai hal-hal berlebihan yang di luar kendalinya. Tetep dalam kontrol diri yang bersangkutan," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Ratna Sarumpaet mengaku pernah mengkonsumsi obat antidepresan.
Baca: Eggi Sujdana: Kalau Saya Betul-betul Makar Mestinya Saya Langsung Ditangkap
Ia disebut mengkonsumsi obat itu sejak setelah aksi 212 pada 2016 lantaran stres.
Hal itu dibenarkan staf Ratna Sarumpaet, Nur Cahaya Nainggolan dalam persidangan sebelumnya di PN Jakarta Selatan.
Ratna Sarumpaet disebut harus mengkonsumsi obat antidepresan lantaran memiliki emosi yang tak stabil dan sering marah.
"Karena saya tahu beliau pernah cerita sama saya. Beliau kadang stres seperti ingin bunuh diri. Ah, kakak ini macam nggak punya Tuhan aja. Kadang beliau bisa sampai seperti itu. Berkaitan dengan obat tadi mungkin mengatasi depresinya kakak," ujar Cahaya.
Pengakuan psikiater
Sidang lanjutan kasus penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet menghadirkan seorang saksi fakta bernama Fidiansyah yang berprofesi sebagai psikiater.
Fidiansyah dihadirkan sebagai saksi meringankan bagi terdakwa Ratna Sarumpaet.
Dalam kesaksiannya, Fidiansyah bercerita dirinya pernah didatangi Ratna Sarumpaet Oktober 2017 silam untuk meminta obat antidepresan.
Baca: Usai Dengar Keterangan Saksi Meringankan, Ratna Sarumpaet: Harusnya Saya Bebas
Ratna Sarumpaet sendiri, kata dia, pernah berobat sebelumnya di RSPAD Gatot Soebroto terkait depresi.
Saat datang meminta obat, ia mengaku tak memeriksa Ratna Sarumpaet.
Ketika itu, dirinya hanya meminta resep dari obat yang dimaksud dan memberikannya kepada Ratna Sarumpaet.
"Dalam ilmu psikiatri itu hanya sebagai terapi," ujar Fidiansyah saat bersaksi dalam persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Baca: Saksi Ahli ITE di Sidang Ratna: Istilah Keonaran Tidak Ada di Medsos, Adanya Trending Topic
Ia menjelaskan obat antidepresan itu diberikan untuk memberikan kestabilan.
Sehingga, terjadi keseimbangan dalam tubuh ibunda Atiqah Hasiholan tersebut.
Akan tetapi, Fidiansyah mengingat bahwa Ratna Sarumpaet menemuinya dalam kondisi yang baik, dimana depresinya disebut Fidiansyah sudah terkontrol.
Baca: Said Aqil Tidak Sependapat dengan Hendropriyono: Banyak Tokoh Nasionalis dari Keturunan Arab
"Artinya fungsi-fungsi yang kemudian dilakukan tidak terganggu. Perasaan itu bisa diatasi, karena bantuan obat-obatan tadi jadi bisa memberikan efek dengan bersangkutan," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menganalogikan apabila Ratna Sarumpaet dalam kondisi depresi dan tidak diberikan obat, maka dapat berakibat fatal.
Kemungkinan terburuk, kata dia, bisa saja Ratna Sarumpaet akan bunuh diri.
"Segala kemungkinan yang terjadi kasus-kasus yang beda-beda. Ekstrimnya itu dia bunuh diri," kata Fidiansyah.
Harusnya bebas
Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet, meyakini dirinya akan bebas setelah sidang lanjutan yang menghadirkan saksi meringankan, Kamis (9/5/2019).
Ratna Sarumpaet yakin bisa bebas dari dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) setelah mendengar kesaksian dari dua saksi ahli.
"Menurut saya sih kalau semua kesaksian yang kita dengar hari ini dipertimbangkan baik-baik oleh hakim, harusnya saya bebas," ujar Ratna Sarumpaet setelah sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Baca: Semua WNI Beserta Keluarga Akan Dapat Pelayanan Gigi Gratis di Tokyo Jepang
Adapun dalam sidang lanjutan tersebut, Ratna Sarumpaet mendatangkan 2 saksi ahli.
Mereka adalah saksi ahli ITE Teguh Arifiadi dan saksi ahli hukum pidana Mudzakir.
Lebih lanjut, ibunda Atiqah Hasiholan itu menuturkan akan mempersiapkan dirinya untuk persidangan selanjutnya pada Selasa (14/5/2019).
Alasannya agenda berikutnya adalah pemeriksaan terhadap terdakwa.
"Ya, saya persiapkan," ujarnya.
Baca: Sekjen NasDem Anggap Usulan Pansus Pemilu Prematur
Seperti diketahui, Ratna Sarumpaet didakwa oleh JPU telah membuat kegaduhan akibat menyebarkan berita bohong yang menyatakan bahwa dirinya dianiaya sekelompok orang.
Akibat perbuatannya, Ratna didakwa dengan satu dakwaan yakni didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Thn 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Thn 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Keterangan saksi ahli
Terdakwa kasus penyebaran hoaks Ratna Sarumpaet mendatangkan 3 saksi meringankan dalam sidang lanjutannya. Salah satunya adalah saksi ahli ITE bernama Teguh Arifiyadi.
Teguh mengatakan tidak ada istilah keonaran di media sosial. Pernyataan itu merujuk pada kata 'keonaran' yang kerap dikaitkan JPU dalam kasus hoaks Ratna di medsos.
Teguh menilai di media sosial hanya ada trending topic sebagai tolak ukur sebuah isu menjadi perbincangan di ranah tersebut.
"Di ITE tidak ada keonaran. Keonaran tidak ada parameternya, yang ada hanya trending topic," ujar Teguh, saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Teguh juga menjelaskan, munculnya sebuah trending topic berawal dari satu informasi yang tersebar di media sosial. Meski demikian keonaran disebutnya tidak bisa diukur dalam media sosial.
Dia juga menjelaskan, trending topic dapat diukur atau dikalkulasi dalam media sosial. Apalagi, kata dia, dalam UU ITE tidak disebutkan adanya Pasal terkait keonaran.
"Kalau trending topic bisa dikalkulasi, tapi kalau dikaitkan keonaran (itu) tidak bisa diukur, tidak ada pasalnya," kata dia.