Bapak banyak menyampaikan mengenai itu. Khususnya mengenai perbedaan. Bapak Habibie dengan Ibu pernah ajari saya. Ketika itu anak pertama saya lahir tahun 2000. Saya merasa ada sesuatu, saya waktu itu di Jerman, bukan cemberut saya tapi tengah memikirkan itu. Saya waktu itu diajarkan sama Bapak dan Ibu untuk tersenyum. "Tompul senyum, Tompul senyum."
Dari situ, aku dapat belajar, hadapi dengan senyum, merindu ya, mau pulang saya enggak boleh. Anak lahir, untunglah waktu itu mertua. "Pak tolong jagain anak saya lahir. Saya di Jerman, anak saya lahir." Saya diajari senyum menghadapi situasi itu.
Adakah kebutuhan khusus Bapak yang harus Pak Tompul siapkan?
Saya itu sudah harus menyiapkan ada kotak pil, vitamin C. Ini diajarkan ibu saya untuk dikonsumsi. Terus ada kayak minyak ikan. Jadi pagi, sore saya sudah harus memberikan itu. Kecuali ada hal-hal beliau sakit. Tapi Bapak jarang sakit. Berenangnya subhanallah. Jadinya saya hobi berenang juga. Bapak itu berenangnya kuat. Tapi setelah terakhir-terakhir ini kabarnya sudah tidak lagi. Dia berenang dan berenang. Di rumah ada kolam renang. Bapak berenangnya itu subhanallah.
Kapan terakhir bertemu Pak Habibie?
Kita makan siang saja. Tidak ada yang khusus kita bahas. Tidak ada pesannya. Hanya makan siang. Itu 2018. Setelah itu hanya lihat dari televisi mengenai Bapak. Waktu sakit terakhir kemarin, saya kebetulan lagi di Makassar ada undangan mengikuti Festival Keraton Nusantara (FKN) XIII Tahun 2019 di Tana Luwu, Sulawesi Selatan.
Bagaimana sosok Habibie dalam berkerabat?
Luar biasa yang saya dapatkan pelajaran tentang hidup mengenai itu. Bapak itu selalu mengatakan, "Kromosom saya ini ada orang Jawa, ada orang Makassar, Tompul. Kita harus menjunjung tinggi peradaban, bahwa manusia harus kita hargai. Setiap tamu, siapapun tamu itu dilayani dan diantar sampai ke depan pintu." Dan saya tugasnya mendampingi dari pintu sampai ke kendaraan.
Bapak itu juga tidak mau menyalahkan orang. Tidak mau menyalahkan orang dan diamnya itu banyak. Diamnya itu mikir cepat, cepat mencari solusi.
Ketika Bapak melihat jenazah Bapak Habibie, apa yang ada di benaknya Pak?
Saya hanya berdoa, semoga Mas Ilham, Mas Thareq, anak dan cucu-cucunya meneruskan apa yang Bapak telah buat. Yang lain tidak ada. Memang saya harus mendampingi beliau, sepenuh hati. Yang saya ingat semoga Mas Ilham, Mas Thareq, anak dan cucu-cucunya menjadi anak yang soleh dan solehah. Dan meneruskan bakti yang Bapak telah lakukan. Kita doakan bukan hanya Pak Habibie. Pak Habibie itu sudah masuk surga.
Setelah Sidang Umum MPR pada 1999, laporan pertanggungjawaban BJ Habibie ditolak dan tidak kembali mencalonkan diri. Habibie memilih ke Jerman. Pernahkah Pak Habibie berkisah mengenai alasan ke Jerman untuk waktu yang relatif lama?
Saya pernah tanya Bapak waktu itu, "Pak, kita kok pergi ke luar negeri? Pulang saja kita, Pak." "Tompul, aku nggak mau terjadi gesekan. Aku cinta kepada tanah air. Karena cintanya saya dengan Indonesia saya harus ke luar negeri. Saya bukan politikus. Saya seorang teknokrat. Hari ini A, besok A. Karenanya, setelah laporan saya ditolak, saya tidak mau lagi maju. Saya harus menjaga Indonesia. Kita sudah bangun lama. Makanya saya harus ke luar negeri." Bapak kan punya rumah di Jerman.