"Dulu saya masih ingat pertama diskusi UU KPK, tidak ada kewenangan SP3 di KPK itu karena ditakutkan disalahgunakan. Menetapkan seseorang sebagai tersangka tapi setelah ada bargaining dilepas lagi. Jangan sampai seperti itu. Mungkin bagus dianggap memperkuat tapi berbahaya. Bisa disalahgunakan," katanya.
Pernyataan ini disampaikan Laode dalam konferensi pers penetapan tersangka terhadap mantan Managing Director Pertamina Energy Service (PES) Pte. Ltd dan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Bambang Irianto dalam kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di PES selaku subsidiary company PT. Pertamina (Persero).
Awak media mempertanyakan kesanggupan KPK menuntaskan kasus tersebut lantaran rumitnya konstruksi perkara dan menyangkut sejumlah negara lain. Awak media kemudian membandingkan kasus tersebut dengan kasus RJ Lino yang hingga kini belum rampung.
Laodr meyakini kasus suap Bambang Irianto dapat diusut tuntas KPK. Dikatakan, sejumlah negara yang terkait dengan kasus ini seperti Uni Emirat Arab, Singapura dan Hongkong banyak membantu KPK dalam mengumpulkan bukti-bukti. Kondisi ini, katanya berbeda dengan yang dialami KPK terkait kasus RJ Lino.
Menurutnya, KPK kesulitan menjalin kerja sama dengan otoritas Tiongkok. Padahal, kerja sama ini dibutuhkan KPK untuk menghitung kerugian keuangan negara karena produsen QCC yang digunakan PT Pelindo II merupakan perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM).
"Masalahnya sebenarnya bukan di SP3. Masalahnya adalah kalau (kasus) Petral ini alhamdulillah walaupun sulit dan lama, pihak-pihak yang kita mintai mau mau memberikan informasi barang bukti. Otoritas Hongkong, otoritas Singapura alhamdulillah mau karena kita memang kita dari dulu bekerja dengan baik dengan mereka. Sedangkan kasus Pak Lino otoritas negara terkait tidak mau sekali memberi. Tidak koperatif. Sehingga lama," kata Laode.
Meski demikian, Laode kembali mengumbar janji kasus RJ Lino ini akan segera rampung dan dilimpahkan ke pengadilan. Terkait perhitungan kerugian keuangan negara yang masih menjadi kendala, ia mengatakan, pihaknya tidak menggunakan harga sebenarnya dari perusahaan HDHM, melainkan menggunakan harga pasar.
"Kita akan melihat kalau di pasar harga barang yang serupa berapa. Berdasarkan itu kita menentukan berapa jumlah kerugian negaranya. Memang tidak perfect seperti kalau kita mendapatkan langsung harga di tempat dia dibeli," katanya.
Laode menyatakan penjelasannya ini bukan untuk membela diri. Namun, kenyataan yang dihadapi KPK ketika menangani kasus lintas yuridiksi seperti kasus RJ Lino.
"Selalu memerlukan kerja keras dan kerja sama dan kita tidak bisa memaksa (otoritas negara terkait)," katanya.