Pihaknya melakukan pengamanan demo pelajar sebanyak tiga kali.
"Yang pertama tanggal 25 (September, red), itu rata-rata pelajar SMK dari Jakarta."
"Dan kalau kami lihat, mereka seperti terkoordinir. Jadi mereka berjalan bersama-sama, bergelombang," ujar dia.
Namun, saat dihalau, ada sosok orang yang dicurigai sebagai penggerak massa, kabur.
Lantas, pada 30 September, polisi juga mengamankan sejumlah pelajar.
Keesokan harinya, pada 1 Oktober, kepolisian menerima laporan dari masyarakat, ada orang yang tidur dengan pakaian anak sekolah di dekat stasiun kereta dan di depan kejaksaan negeri.
Polisi mendatangi lokasi dan mendapati sejumlah orang yang tidur di sana.
"Awalnya kami hanya melihat sekitar 20an, tapi setelah kami sisir di sekitar stasiun dan terminal ada 64," ujar dia.
Tak cukup sampai di situ, kondisi para pendemo yang berpakaian ala siswa SMK ini sangat capek dan lelah.
"Kami tanya, mereka juga belum makan. Kami tanya, mereka mau ke mana? mereka mau pulang," beber Budhi.
Dari 64 orang yang diamankan tersebut, 15 di antaranya bukan pelajar SMK.
Termasuk sosok bernama Rahmat Hidayat dan Widodo yang disebut sebagai pendemo 'jadi-jadian.'
Menurut Budhi, sejumlah orang diminta untuk datang ke DPR untuk 'meramaikan' aksi demo.
"Meramaikan dalam tanda kutip, seperti membuat huru-hara sehingga seolah-olah nantinya membuat chaos."