Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya membeberkan hasil final investigasi kecelakaan pesawat Lion Air JT 610.
Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor KNKT, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2019), terungkap 9 faktor yang menjadi penyebab insiden jatuhnya pesawat yang menewaskan seluruh penumpang dan awaknya itu.
Kepala Sub-bidang Komite Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan bahwa jika satu dari 9 faktor yang diduga mengakibatkan jatuhnya pesawat jenis Boeing 737 Max 8 ini tidak terjadi, maka JT 610 mungkin saja tidak akan mengalami kecelakaan.
"Jadi 9 hal yang kami temui ini adalah 9 hal yang terjadi hari itu yang mengakibatkan kecelakaan, apabila salah satu dari 9 ini tidak terjadi, mungkin kecelakaannya juga tidak terjadi," ujar Nurcahyo.
Baca: Ramalan Zodiak Sabtu 26 Oktober 2019: Aquarius Mulai Tunjukkan Bakat
Baca: Beri Alexis dan Lukaku, Kini Man United Inginkan Striker Inter Milan
Baca: Gerindra Nilai Trenggono Tidak Punya Kapasitas jadi Wakil Menhan
Ia menegaskan 9 hal yang telah disimpulkan dalam laporan hasil final investigasi KNKT ini memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
"Jadi 9 hal ini adalah 9 hal yang saling terkait satu sama lain yang akhirnya mengarah kepada kecelakaan," kata Nurcahyo.
Terkait 9 faktor yang menyebabkan kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 itu, meliputi:
1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada, ternyata tidak tepat.
2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.
3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor, rentan terhadap kesalahan.
4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respons yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya, karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.
5. Indikator Angle of Attack 'AOA DISAGREE' tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP.
Ini berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan.
Sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA Sensor.
6. AOA Sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.
7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.
8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat.
Hal ini mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat.
9. Beberapa peringatan, berulangnya aktivasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif.
Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidakefektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja.
Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.
Sebelumnya, pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air registrasi PK-LQP dan nomor penerbangan LNI 610 jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2018, sekitar pukul 06.32 WIB.
Pesawat ini memiliki rute penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Depati Amir Pangkal Pinang.