Dalam hal ini adalah unsur perbantuan memberi kesempatan, sarana, dan keterangan pada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Serta kepada pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Diketahui, Eni dan Johannes ingin mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1.
Selain itu, Sofyan Basir disebut tidak tahu adanya rencana pembagian keuntungan oleh Kotjo kepada Eni serta beberapa pihak lain.
Dari penyidikan, upaya percepatan proyek PLTU Riau-1 disebut murni sesuai aturan rencana program listrik nasional.
"Dan penandatanganan power purchase agreement (PPA) 10 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang dan termasuk di antaranya PLTU MT Riau-1 yang dilakukan oleh terdakwa Sofyan Basir setelah mendapat persetujuan dan pengetahuan dari semua direksi PT PLN," ujar Majelis Hakim.
Disimpulkan bahwa Sofyan Basir mempercepat proyek itu tanpa arahan dari Kotjo dan Eni.
"Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan pertama," ungkap Majelis Hakim.
"Maka Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan kedua," sambungnya.
Sofyan Basir pun terbebas dari ejratan Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)