"Jangan anti pancasila, anti sesuatu yang ada saja. Mungkin anti Jokowi, anti Ma'aruf Amin. Pancasila itu nggak ada," tuturnya.
Bagi Sujiwo Tejo keberadaan Pancasila sudah tidak ada dampaknya, karena masih banyak kesulitan yang dialami masyarakat, antara lain terkait iuran BPJS kesehatan, perpanjangan kartu identitas lainya.
"Pancasila itu nggak ada, masak kalau ada iuran kesehatan sampai kejet-kejet (kejang-kejang), diancam nggak boleh perpanjang SIM, KTP," katanya.
Baginya, dengan adanya jaminan kesehatan BPJS, seharunya masyrakat diuntungkan bukan menjadi takut dan merasa terancam.
"BPJS harusnya enak gitu, kok malah jadi takut itu. Dimana Pancasilanya itu?" tanyanya.
Dari rangkaian komentar yang Sujiwo Tejo sampaikan, dia berpendapat diskusi mengenai radikalisme itu apa, belum menemukan jawaban.
Sementara, terkait ekstremisme Sujiwo Tejo membantahnya, karena setiap orang harus ekstrem.
"Radikalisme apa, tidak menemukan jawaban. Ekstremisme saya bantah, karena semua orang harus ekstrem," tegasnya.
Sujiwo Tejo menutup sesinya dengan mengatakan tidak akan menemukan radikalisme karena anti pancasila.
Hal tersebut dinilai Sujiwo Tejo lucu.
"Kita tidak akan menemukan radikalisme, karena anti pancasila. Ini sama lucunya dengan orang yang mengatakan 'demi bangsa dan negara'. Kata paling lucu saat ini 'demi bangsa dan negara'." ujarnya.
Kata tersebut lucu bagi Sujiwo Tejo karena tidak ada orang yang benar-benar melakukan tindakan untuk bangsa dan negara, kecuali untuk urusan perut masing-masing.
"Demi bangsa dan negara, mana? Orang demi perutnya sendiri kok," tegasnya. (*)
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)