TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III, Nasir Djamil setuju bila keberadaan badan-badan anti-korupsi masuk dalam konstitusi seperti yang diusulkan oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Menurut Nasir, PKS seperti yang dipaparkan Presiden PKS Sohibul Iman setuju bahwa amandemen UUD 1945 harus memasukan Badan Anti Korupsi.
“Selama konstitusi tidak berubah, maka kehadiran badan antikorupsi selalu ada,” kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (10/12/2019).
Baca: Mabes Polri: Tidak Ada Yang Ditutup-tutupi
Menurut Nasir dengan masuknya Badan anti Korupsi ke dalam konstitusi akan menjawab pertanyaan mengenai status lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK apakah ad hoc atau permanen. Dengan masuknya Badan anti-korupsi ke dalam UUD 1945 maka lembaga seperti KPK wajib keberadaanya.
“Karena itu memang sebenarnya niat orang untuk korupsi selalu ada. Selama ada kekuasaan, selama itu ada potensi untuk korupsi. Karenanya memang masuk akal kemudian PKS mengusulkan agar badan antikorupsi dimasukkan dalam amandemen konstitusi,” katanya.
Baca: Melalui Putusan MK, Diharapkan Pilkada 2020 Bisa Hadirkan Calon Bersih dan Antikorupsi
Nasir sadar bahwa usukan Badan anti-korupsi masuk ke dalam konstitusi akan memicu perdebatan. Salah satu alasannya, permasalahan korupsi yang tak kunjung usai.
“Tentu ini pasti akan diperdebatkan karena satu sisi kita mengenai korupsi tak kunjung selesai. saya pun berbicara tentang pencegahan dan penindakan PKS menyampaikan itu bahwa badan antikorupsi perlu dimasukkan sebagai bentuk dan komitmen kita terkait dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” pungkasnya.
Baca: Pembentukan Dewan Pengawas KPK, Jokowi: Penyusunannya Sudah Rampung, Tunggu Saya Umumkan
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengusulkan agar badan-badan anti korupsi masuk ke dalam konstitusi melalui wacana amandemen 1945. Dengan masuknya ke dalam konstitusi maka pemberantasan korupsi akan semakin kuat. Baik itu dari jumlah sumber daya manusianya maupun dari anggaran yang diperlukan dalam pemberantasan korupsi.