Pasalnya, Gibran dinilai memiliki dua modal politik untuk maju ke pilkada.
"Kenapa saya bilang lebih eksplisit? Karena ada dua modal politik," ujar Gun Gun.
"Pertama, soal jaringan yang sudah terbentuk saat Pak Jokowi jadi Wali Kota Solo dua periode," sambungnya.
Dengan demikian, menurut Gun Gun, Gibran mewarisi referent power atau kekuatan rujukan dari sosok Jokowi.
"Bagaimana pun ada referent power, ada kekuatan rujukan," jelasnya.
"Kita tidak bisa menafikan itu, sosok Gibran dengan keberadaan Pak Jokowi," lanjut Gun Gun.
Sementara itu, Gun Gun menegaskan mekanisme demokratisasi internal partai harus mampu mendorong proses konsolidasi demokrasi yang jujur.
"Tentu kita tidak berharap nantinya ada cara-cara yang tidak sehat, tetap koridor demokrasinya harus dibuka," kata Gun Gun.
"Mekanisme demokratisasi internal partai maupun saat pilkada itu seharusnya mendorong proses konsolidasi demokrasi yang jauh lebih jujur dan jauh lebih fair," imbuhnya.
Selain itu, Gun Gun juga melihat modal politik Gibran yang lainnya, yaitu posisi PDI Perjuangan di Kota Solo sebagai partai yang dominan di Kota Solo.
"Posisi partai sendiri (PDI Perjuangan) sebagai partai dominan di Solo," kata dia.
Dengan demikian, menurutnya, PDI Perjuangan tentu akan mengotimalkan probabilitas perolehan suara di Pilkada.
"Kita sama-sama tahu PDI Perjuangan ini punya 67% kursi di DPR, artinya 30 dari 40 kursi di DPRD Kota Solo adalah milik PDI Perjuangan," tuturnya.
"Artinya, PDI Perjuangan pasti ingin mengoptimalkan porbabilitas perolehan suara di Pilkada," tambahnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com)