"Ingin mengedepankan bahwa seluruh kemampuan siswa itu harus menjadi pertimbangan di dalam penerimaan siswa," imbuhnya.
Namun, Peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Anindito Aditomo mengimbau Kemendikbud tak membuat kesalahan sama dalam program pengganti ujian nasional.
Anindito tak ingin program tersebut akan sama saja seperti ujian nasional versi dua.
"Saya ada catatan kritis untuk Kemendikbud, intinya jangan sampai mengulang kesalahan yang sama, membuat ujian nasional 2.0," kata Anindito Aditomo.
Ia menyebut program pengganti pelaksanaan ujian nasional tersebut sudah bagus.
Menurutnya, program Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter tersebut sudah formatif.
"Arahnya sudah bagus sekali, membuatnya formatif, dan seterusnya," jelasnya.
Namun, ia tak ingin pelaksanaan program baru Kemendikbud itu menjadi potensi kesalahan ujian nasioanl yang terulang.
"Tetapi ini menjadi potensi ujian nasional versi dua saja," ungkap Anindito.
Ia berujar, jika program tersebut diterapkan pada semua sekolah dan siswa, sehingga akan terlihat kualitas sekolah saat dilakukan survei.
"Misalnya nanti dilakukan pada semua sekolah dan siswa, jadi ada data sensus, sehingga dinas akan tahu sekolah yang nilainya tinggi dan rendah," katanya.
Menurutnya, ketika survei tersebut dilakukan, maka hasilnya akan terlihat mana sekolah yang bagus ataupun tidak.
"Akan ada pelabelan lagi sekolah yang bagus, sekolah yang jelek," ungkapnya.
"Ini akan memberi tekanan pada guru dan siswa, untuk ujian nasional sekarang," lanjut Anindito.
(Tribunnews.com/Nuryanti)