"Apapun dalam standar nasional itu computer based," lanjutnya.
Program pengganti UN itu, Nadiem mengatakan sebagai gerakan Kemendikbud ke depan.
Selain itu, program baru tersebut akan menjadi tugas ke depan Kemendikbud untuk membantu semua siswa di Indonesia dapat mengoperasikan komputer.
"Jadi itu adalah gerakan kita, PR kita selama satu tahun ke depan ini adalah memastikan semua murid itu bisa (menggunakan)," jelasnya.
Alasannya, menurut Nadiem, masih ada siswa di beberapa daerah yang belum bisa mengoperasikan komputer.
"Karena beberapa di daerah kan belum bisa," jelasnya.
Sehingga tugas tersebut, akan dituntaskan Nadiem Makarim bersama Kemendikbud pada tahun ini.
"Jadi itu harapannya harus kita tuntaskan tahun ini," tambah Nadiem.
Nadiem Makarim mengatakan, penggantian UN tersebut dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Nadiem juga menyebut, materi dalam ujian nasional juga terlalu padat.
Menurutnya, materi yang padat tersebut mengakibatkan siswa cenderung berfokus pada hafalan materi dan bukan kompetensi.
"Ini sudah menjadi beban stres antara guru dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ungkap Nadiem.
Nadiem menjelaskan, semangat UN itu untuk mengasesmen sistem pendidikan, baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.
Sehingga, ia menjelaskan, UN hanya menilai satu aspek, yakni kognitifnya.
Malah menurutnya, belum menyentuh seluruh aspek kognitifnya, tapi lebih kepada penguasaan materi.
"Belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik," tambah Nadiem.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)