Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan meminta pemerintah membuka diplomasi lewat Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan masalah klaim Cina terhadap perairan Natuna.
"Yang menerbitkan perairan internasional itu memang di Mahkamah Internasional. Jadi saya pikir perlu juga untuk dibuka diplomasi ke sana," kata Syarief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Baca: Demokrat Dukung Pembentukan Pansus Jiwasraya
Keterlibatan Mahkamah Internasional menurut Syarief untuk mengokohkan perairan Natuna sebagai bagian dari NKRI.
Belajar dari pengalaman menurutnya, Cina kerap melanggar aturan yang sudah ditetapkan Mahkamah Internasional.
"Seperti kasus Filipina, sekalipun Filipina sudah menang tapi kadang-kadang juga masih tidak ditaati (China). Jadi sekali lagi memang di Laut China Selatan itu yang menjadi persoalan bersama antar negara-negara yang terlibat yakni Cina, Vietnam, Malaysia dan sekarang Indonesia," tuturnya.
Syarief Hasan mengatakan pemerintah harus berani tegas terhadap Cina Soal Natuna.
Baca: Demokrat: Jokowi Harus Belajar dari SBY Saat Sikapi Klaim Blok Ambalat, Jangan Loyo Soal Natuna!
Indonesia tidak perlu takut ekonomi terganggu, akibat buruknya hubungan Cina dan Indonesia.
Menurutnya dalam sektor ekonomi, Cina juga membutuhkan Indonesia.
Baca: Makna Harga Mati untuk Kedaulatan di Natuna
Ia menambahkan Indonesia bisa saja meninjau kembali hubungan kerjasama ekonomi dengan Cina bila negara tirai bambu tersebut berkeras mengklaim Natuna sebagai bagian dari wilayahnya.
"Seperti yang telah saya sampaikan kalau menyangkut implikasi pada ekonomi kalau memang mereka tidak menghargai kedaulatan NKRI, apapun maka kita tentu akan kita pertimbangkan dan kita lakukan," katanya.
Soal kedaulatan tak ada negosiasi
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, Indonesia akan menyelesaikan persoalan kedaulatan dengan Cina melalui upaya diplomasi dan militer.
Menurutnya ada dua pendekatan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan persoala di perairan Natuna.