Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino menyampaikan rasa terima kasih kepada awak media karena sudah mau menunggunya hadir di markas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
RJ Lino terakhir kali memenuhi panggilan KPK pada 5 Februari 2016.
Hari ini, Kamis (23/1/2020), ia kembali datang ke KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.
"Saya terima kasih karena setelah menunggu 4 tahun akhirnya saya dipanggil juga ke sini. Saya harap proses ini bisa menjelaskan bagaimana status saya. Karena apa, saya terakhir ke sini Februari 2016, jadi ini 4 tahun," tutur Lino di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Baca: Diperiksa KPK 12 Jam, Mantan Dirut Pelindo II RJ Lino Masih Hirup Udara Bebas
Baca: KPK Pastikan Harun Tidak Bisa Kabur Ke Luar Negeri
Baca: Harun Masiku Pulang ke Indonesia Naik Batik Air Pada 7 Januari, Rekaman CCTV Tersebar
Ia juga mengatakan merasa terhormat karena diundang komisi antikorupsi untuk melengkapi berkas penyidikan dirinya sebagai tersangka.
RJ Lino bersyukur penungguannya selama 4 tahun ihwal statusnya bisa diperjelas.
"Yang jelas saya merasa terhormat diundang ke sini. Ditanyakan untuk perjelas persoalan," ujarnya.
Saat ditanya awak media terkait materi pemeriksaannya, RJ Lino hanya menegaskan ia justru menambah aset puluhan triliun dalam waktu 6,5 tahun saat menjabat di Pelindo II.
"Saya cuma bilang satu hal ya. Saya waktu masuk Pelindo II asetnya Rp 6,5 triliun. Waktu saya berhenti asetnya Rp 45 triliun, itu 6,5 tahun. Saya bikin kaya perusahaan," ungkap Lino.
Baca: Jelang 100 Hari Jokowi-Maruf, Kebijakan Soal KPK: Penetapan UU Baru, Pelantikan Pimpinan dan Dewas
RJ Lino pun menyatakan tidak ingin kembali mengajukan praperadilan. Ia akan menghadapi proses hukum yang berjalan.
"Apapun saya hadapi, ikuti saja. Kalau praperadilan bikin kaya lawyer saja buat apa," kata Lino.
Diketahui, kasus RJ Lino merupakan salah satu kasus yang menjadi pekerjaan rumah KPK.
Kasus ini telah ditangani KPK sejak akhir 2015 lalu, namun hingga kini proses penyidikannya belum juga rampung. Bahkan, KPK belum menahan RJ Lino yang terakhir kali diperiksa penyidik pada 5 Februari 2016 lalu.
Dalam kasus ini, KPK menyangka Lino telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, HDHM sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara minimal 3.625.922 dolar AS atau sekira Rp50,03 miliar.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan Lino dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.