Ia menyebut, mereka bergabung dengan ISIS dengan menjelek-jelekan Indonesia.
Ngabalin berujar, sebaiknya para WNI tersebut tidak merengek untuk pulang ke Indonesia.
"Karena sudah menyebutkan negara ini negara thoghut, negara kafir, dia merobek-robek membakar paspornya, makan itu kau punya paspor," imbuh Ngabalin.
Ia menambahkan, tidak mudah untuk memutuskan wacana pemulangan 600 WNI mantan anggota ISIS.
"Dalam hal wacana pemulangan WNI yang mantan kombatan di ISIS ini kan ini bukan sebuah hal yang gampang," kata Ngabalin, dikutip dari Kompas.com, Minggu (9/2/2020).
Sehingga, diperlukan pertimbangan yang matang untuk memutuskan pemulangan ke Indonesia.
Menurut Ngabalin, pemerintah punya dua draf terkait wacana tersebut.
Draf pertama, pemerintah menerima kembali 600 WNI yang diduga sebagai teroris lintas batas.
Sedangkan, draf kedua pemerintah menolak pemulangan seluruhnya.
Namuan, jika pemerintah menolak, harus ada landasan hukum yang kuat.
Demikian juga jika 600 WNI itu diterima, harus ada argumentasi undang-undangnya hingga potensi bahayanya bagi negara.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendata secara lengkap dan akurat kepada seluruh WNI tersebut.
"Draf itu kan mesti memuat supaya Bapak Presiden bisa mendapatkan informasi yang baik dan akurat," katanya.
"Kemudian, summary-nya harus mantap dari draf-draf yang ada. Kenapa begitu? karena ini menjadi dokumen negara," ujarnya.