"Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, sebaiknya pasal tersebut disampaikan ke DPR dalam proses pembahasan.
"Oleh sebab itu, kalau ada yang seperti itu disampaikan saja ke DPR dalam proses pembahasan," kata Mahfud MD.
Baca: Ketua MK Luruskan Pandangan Sejumlah Pihak Terkait RUU Omnibus Law
Dikutip dari Kompas.com, sebelumnya temuan ini disampaikan oleh Koordinator Divisi Advokat Sindikasi, Nuraini.
Ia menilai Pasal 170 dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini telah menyalahi tata perundang-undangan.
"Jelas menyalahi aturan tata perundangan kita, di mana posisi UU itu di atas PP, tapi lewat Omnibus Law pasal 170 PP di atas UU," kritiknya.
Tak hanya itu, Nuraini mengaku khawatir dengan adanya wewenang pemerintah yang dapat mengubah UU melalui PP.
Ditakutkan hal ini akan dapat membuat kesimpang siuran.
"Apalagi kalau nanti PP itu diatur menjadi peraturan kementerian. Jadi tiap menteri itu bisa mengubah UU, bayangkan," imbuhnya.
Draf Omnibus Law Telah Sampai di Tangan DPR
Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan draf dan surat presiden (surpres) RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR RI pada Rabu (12/2/2020).
Draf dan surpres diserahkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, kepada Ketua DPR, Puan Maharani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Dalam kesempatan ini Pak Menko dan para menteri menyampaikan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja akan terdiri dari 79 UU, 15 bab, dengan 174 pasal yang akan dibahas di DPR," ujar Puan yang dikutip dari Kompas.com.