Tak hanya itu, Bivitri juga menilai ada penumpukan kekuasaan di pemerintah pusat dalam omnibus law.
"Nah kalau kita lihat, RUU ini yang memang menempatkan banyak sekali kewenangan ke presiden, tidak hanya daerah ya," ungkapnya.
Ia juga menuturkan ada beberapa pasal yang dibunyikan bahwa semua kewenangan itu harus ke presiden.
"Serta pengaturan lebih lanjut oleh menteri-menteri maupun daerah itu harus dianggap sebagai delegasian dari presiden, memusatkan kekuasaan," jelasnya.
Rafly Harun Sebut Perspektif Omnibus Law Terlalu Memusat Kepada Pemerintah Pusat
Hal senada diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Ia menyebut pembuatan omnibus law lebih condong melihat segala sesuatunya dari kacamata pemerintah pusat.
"Lalu kemudian perspektifnya itu terlalu pemerintah pusat center," jelasnya yang dilansir dari YouTube Talk Show tvOne, Selasa (18/2/2020).
Melihat hal ini, Refly mengaku omnibus law ini tidak sesuai dengan yang diharapkannya.
"Padahal yang saya bayangkan adalah undang-undang ini betul-betul memapas penyakit dari segla birokrasi dan kemudian bisa membunuh wabah-wabah korupsi," jelasnya.
"Namun yang terjadi justru tidak begitu, justru penumpukan kekuasaan di pemerintah pusat," imbuhnya.
"Nah ini yang saya khawatirkan," kata Refly.
Melihat hal itu, Refly berharap adanya omnibus law ini bukan untuk menciptakan monster baru kekuasaan.
Mahfud MD Sebut Salah Ketik