Menurut Hiron, pemerintah dan DPR harus menempatkan pemekaran Papua dalam konteks otonomi khusus. Karena itu, jangan melihat pemekaran yang terjadi di Papua sama dengan yang terjadi di tempat lain.
"Jadi pemekaran di Papua harus tetap dalam konteks otonomi khusus, sehingga regulasi pun tersendiri,” kata Hiron yang juga salah satu Komisaris pada PT Adhi Karya Tbk ini.
Hiron menjelaskan ada ide yang mengusulkan perlu pemekaran Papua menjadi beberapa provinsi, termasuk kabupaten dan kota, tetapi harus ada atau ditunjuk seorang pejabat seperti Gubernur Jenderal. Bisa juga, pemerintah membuat sebuah badan yang mengoordinasi semua provinsi atau gubernur ini.
“Saya berpikir, ide tentang Gubernur Jenderal ini menarik dibahas dalam rancangan undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah, khususnya revisi undang-undang otonomi khusus Papua. Hal ini bisa menjadi bahan kajian Kementerian Dalam Negeri dan DPR untuk lebih melihat pemekaran Papua itu dalam kerangka otonomi khusus,” tegas Hiron.
Hiron pada bagian akhir pemaparannya, menekankan bahwa yang lebih penting adalah bagaimana orang asli Papua itu menjadi tuan di negerinya sendiri, di Tanah Papua. Kemudian orang asli Papua menjadi subjek dalam pembangunan itu.
“Kalau ditanya apakah setuju atau tidak setuju tentang pemekaran, saya pikir setuju, tetapi melalui sebuah proses dalam kerangka otonomi khusus sehingga pemekaran betul-betul dirasakan manfaatnya oleh orang asli Papua,” tegas Hiron.
Sementara itu, Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan DPOD Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Andi Bataralifu mengatakan dalam konteks pemekaran daerah terdapat tiga kondisi yang perlu mendapat perhatian sampai terjadinya daerah baru.
Pertama, pendekatan melalui mekanisme usulan aspirasi masyarakat.
Kedua, ada pendekatan teknokratis, untuk melihat regulasi mana, persyaratan-persyaratan mana yang dipenuhi sehingga daerah itu layak untuk menjadi sebuah daerah otonom. Ketiga, pertimbangan politis itu sendiri.
Andi juga menjelaskan tentang moratorium pemekaran daerah yang terjadi sejak tahun 2014.
Moratorium pemekaran daerah merupakan hasil sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dipimpin wakil Presiden dengan anggotanya sejumlah menteri berkisar antara 9 sampai 12 menteri.
“Sidang DPOD tidak melulu membahas tentang pemekaran daerah tetapi juga membahas tentang DAK dan banyak hal. Tetapi salah satunya adalah penataan daerah, dalam putusan sidang DPOD oleh bapak Wapres yang saat itu bapak JK memutuskan untuk menghentikan penataan daerah dan kemudian agar mengonsolidasikan ulang, apa hasil pemekaran di 223 daerah baru tersebut,” katanya.
Menurut Andi, pada tahun tahun 2020 saat ini, DPOD akan menggelar sidang dalam waktu dekat.
“Sidang DPOD itu sendiri yang memutuskan apakah nantinya mempertahankan moratorium ataupun membuka keseluruhan secara selektif, itu nanti disidang setelah mempelajari hasil review, evaluasi dan kemudian hasil capaian dari daerah otonom baru yang dibentuk sampai tahun 2014 berjumlah 223,” kata Andi.