Waktu yang dinanti pun tiba, tetapi takdir berkata lain, Rayhan dinyatakan gagal diterima melalui jalur SNMPTN.
Saat itu, dia memilih Sekolah Teknik Elektronika dan Informatika (STEI) ITB dan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB.
Dia pun sempat merasa semua prestasi yang pernah ia raih semasa duduk di bangku SMA menjadi sia-sia dan tak berguna.
"Seolah olah, prestasi prestasi yang sudah saya capai selama 3 tahun di SMA menjadi sia sia. Walaupun saya yakin tidak ada yang sia-sia," kata Rayhan.
Karena apa yang dia impikan tidak terwujud, Rayhah membutuhkan waktu 3-4 hari untuk menenangkan diri dan mencoba bangkit.
"Lagi pula hasil juga sudah mutlak, kan?" tanya Rayhan kepada diri sendiri.
Setelah sedikit melupakan kegagalannya di SNMPTN, Rayhan akhirnya memfokuskan diri untuk belajar lebih giat agar bisa lolos di jalur berikutnya, yakni SBMPTN.
Intensitas belajar, lanjut Rayhan, ditingkatkan hingga memakan waktu belasan jam dan berakibat kurangnya waktu istirahat.
"Saya belajar sampai 12 jam saya lakuin dengan waktu tidur hanya 4-5 jam. Saya benar benar tidak mau gagal di SBMPTN," jelas Rayhan.
Ayah meninggal dunia karena stroke
Bayang-bayang gagal SNMPTN belum sepenuhnya hilang dari benak Rayhan, kini dia diberikan cobaan yang lainnya ketika sang ayah menghadap ke Sang Ilahi.
Ayah Rayhan pergi untuk selama-lamanya karena penyakit stroke yang telah lama dideritanya.
"Papa saya meninggal akibat serangan stroke yang dideritanya. Papa bukan hanya seorang ayah buat saya, tapi beliau seorang teman," ungkap Rayhan.
Rayhan menambahkan, setiap kali dirinya merasa lelah semasa berjuang di ajang OSN lalu, orang pertama yang selalu mendukung dan memotivasinya untuk lebih semangat adalah sang ayah.