"Publik tidak mempersoalkan koordinasi dan supervisi. Tetapi publik mengharapkan
para bandit penjahat ini ditindak," kata Ketua Komjak Barita Simajuntak.
Barita mengatakan, berdasarkan ekspose yang dilakukan Komjak pertama kali, terkuak
bahwa Jaksa Pinangki yang tidak berperan sebagai penyidik jaksa dan tidak memiliki
kewenangan eksekusi justru menjadi satu di antara sosok sentral kasus ini.
"Kemudian muncul oknum penasehat hukum Anita Kolopaking serta Andi Irfan Jaya, pengusaha
sekaligus mantan politisi NasDem yang tak lain adalah Badan Pemenangan Pemilu
(Bappilu) Nasdem Sulawesi Selatan. Ini sudah kelihatan benang merahnya bahwa
diduga ada mafia sindikat atau industri hukum yang bermain di sini," kata Barita.
Untuk itu, menurut Barita, penegak hukum harus mendalami seluruh pihak yang terlibat
termasuk informasi dugaan adanya politisi yang menjadi bagian dalam kasus ini
sebagai penegakan asas equality before the law dan due process of the law.
Komisi Kejaksaan meyakini penyidikan kasus itu belum selesai karena masih dapat didalami
dari keterangan Djoko dan Andi Irfan yang juga dijerat pasal pemufakatan jahat.
Pada kesempatan lain, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana
meragukan kelengkapan berkas Kejaksaan Agung ketika melimpahkan perkara yang
melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Setidaknya, kata dia,ada hal yang terlihat hilang dalam penanganan perkara tersebut.
"Pertama, Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan, apa yang disampaikan atau
dilakukan oleh Pinangki Sirna Malasari ketika bertemu dengan Djoko S Tjandra,
sehingga membuat buronan kasus korupsi itu dapat percaya terhadap Jaksa tersebut," kata Kurnia.
Hal ini penting, kata dia, sebab secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan
kelas kakap seperti Djoko Tjandra dapat menaruh kepercayaan tinggi kepada Pinangki.
Terlebih yang bersangkutan juga tidak memiliki jabatan penting di Kejaksaan Agung.
Jaksa Penuntut Umum juga belum menjelaskan, apa-apa saja langkah yang sudah
dilakukan oleh Pinangki dalam rangka menyukseskan action plan.
Yang tidak kalah penting, dakwaan juga belum mengulas siapa jaringan langsung
Pinangki atau Anita di lembaga hukum.
"Pinangki bertindak sendiri atau ada Jaksa lain yang membantu? Sebab, untuk memperoleh fatwa tersebut ada banyak hal yang mesti dilakukan, selain kajian secara hukum, pasti dibutuhkan sosialiasi agar nantinya MA yakin saat mengeluarkan fatwa,"ujarnya.
ICW mempertanyakan kepada Kejaksaan Agung, apakah proses pelimpahan perkara
ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan atas koordinasi terlebih dahulu kepada
KPK.