Keduanya yakni, Brigjen TNI Yulius Selvanus sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan.
Selain itu, Brigjen TNI Dadang Hendrayudha sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan.
Berdasar catatan KontraS, Yulius dan Dadang sempat dihukum bersalah melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmiliti) II Jakarta.
Yulius dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI.
Sementara itu, Dadang dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.
Namun, dalam putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius dianulir hakim, sehingga keduanya masih menjabat aktif sebagai anggota militer.
Fatia menilai, bergabungnya kedua anggota eks Tim Mawar tersebut, ditambah Prabowo menjadi Menhan, menunjukkan tidak berjalannya mekanisme vetting dalam tubuh pemerintah saat ini.
Pengangkatan ini dianggap menambah daftar panjang bahwa saat ini lembaga-lembafa negara diisi oleh orang-orang yang memiliki masalah dalam pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
Baca: Usman Hamid Sebut Dua Pejabat Baru di Kementerian Pertahanan Pernah Terimplikasi Kasus Tim Mawar
Baca: Jokowi Diminta Cabut Keppres Pengangkatan Brigjen Yulius dan Brigjen Dadang Sebagai Pejabat Kemhan
"Sulit untuk membayangkan pelaksanaan aturan hukum yang sesuai standar dan termasuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat."
"Sementara pejabat publik terus diisi oleh aktor yang bertanggung jawab atas kasus-kasus tersebut," terang Fatia.
Selain berpotensi untuk melemahkan manka penegakan hukum di Indonesia, Fatia menilai hal tersebut juga dapat mendorong terjadinya kembali pelanggaran hak asasi manusia.
Tak hanya itu, hal ini juga akan mempersulit upaya perbaikan hukum di Indonesia.
Seperti ratifikasi Internasional Convention for The Protection of All Persons from Enforced Dissapearance (Konvensi Anti Penghilangan Paksa).
"Akan menyulitkan secara politik dengan bergabungnya aktor-aktor peristiwa penghilangan paksa di Indonesia dalam tubuh pemerintah," jelasnya.