Untuk itu, Fatia mendesak Jokowi mencabut Keppres pengangkatan dua Brigjen tersebut sebagai pejabat publik di Kemenhan.
"Tidak terkecuali juga terhadap pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan," lanjut Fatia.
Jokowi dinilai makin ingkar janji
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai Presiden Jokwoi telah melanggar komitmen terhadap upaya penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijanjikan semasa kampanye pilpres.
Sebab, Jokowi menyetujui masuknya dua eks anggota Tim Mawar sebagai pejabat di Kemenhan yang dipimpin Prabowo.
Baca: Mantan Anggota Tim Mawar Kopassus Sebut 2 Opsi Bebaskan Nelayan RI yang Ditawan Abu Sayyaf
"Presiden Jokowi akan semakin dinilai melanggar janjinya."
"Terutama dalam mengusut kasus penculikan aktivis dan penghilangan paksa serta pelanggaran HAM masa lalu di negara ini," kata Usman dalam keterangan tertulis, Jumat (25/9/2020) sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Menurut Usman, langkah Jokowi menyetujui pengangkatan eks anggota Tim Mawar itu menggenapi kesalahannya yang juga telah mengangkat Prabowo sebagai Menhan.
Presiden Jokowi, kata Usman, telah sepenuhnya menyerahkan kendali pertahanan negara kepada seseorang yang diduga terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk penghilangan paksa.
"Dan sekarang orang tersebut (Prabowo) melanjutkannya dengan mengangkat orang-orang yang terimplikasi hukum atas kasus penculikan yang pernah diadili di Mahkamah Militer," ungkapnya.
Usman menilai, hal ini telah mengirimkan sinyal yang mengkhawatirkan bahwa para pemimpin saat ini telah melupakan hari-hari tergelap dan pelanggaran terburuk yang dilakukan era Soeharto.
Padahal, Amnesty selalu menyerukan kepada pemerintah untuk memastikan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu diselidiki secara menyeluruh dan diselesaikan sepenuhnya sesuai keadilan hukum.
"Alih-alih menempatkan mereka yang diduga bertanggung jawab pidana ke pengadilan."
"Pemerintah semakin membuka pintu bagi orang-orang yang terimplikasi pelanggaran HAM masa lalu dalam posisi kekuasaan."
"Ini bukan sekadar pragmatisme politik kekuasaan, tetapi juga penghinaan terhadap hak asasi manusia yang ditetapkan pada era reformasi," paparnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Ihsanuddin)