TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf mengatakan setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin diwarnai kecenderungan royal terhadap utang.
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengatakan peningkatan utang di tahun 2020 memang ditujukan untuk merespon dampak Covid-19.
Awalnya, Dito mengatakan APBN 2020 yang disusun sebelum terjadinya pandemi memiliki orientasi agar defisit anggaran dijaga pada angka 1,76 persen.
"Namun setelah adanya pandemi, extraordinary policy harus dilakukan untuk merespon dampak dari pandemi Covid-19. Yakni fiscal policy digunakan sebagai tools untuk merespon berbagai kebijakan di sektor kesehatan, sosial, dan ekonomi," ujar Dito, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (21/10/2020).
Hal itu kemudian diwujudkan dengan lahirnya Perppu 1/2020 yang kemudian menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020, yang mana memberikan pelebaran defisit APBN di atas 3% dan kemudian kembali dibawah 3% di tahun 2023.
Melihat indikator di tengah pandemi Covid-19 ini, politikus Golkar tersebut menegaskan peningkatan pada defisit fiskal di tahun 2020 sebesar -6,3% terhadap PDB dilakukan dengan tujuan memberikan stimulus di masa pandemi.
Komisi XI bersama Pemerintah, kata dia, juga telah memutuskan kebijakan melalui burden sharing untuk pembiayaan public goods dan non-public goods.
"Sehingga adanya peningkatan utang di tahun 2020 memang ditujukan untuk merespon dampak Covid-19 baik disisi kesehatan, sosial, dan ekonomi," jelasnya.
Baca juga: PKS Sebut Pemerintahan Jokowi Royal Terhadap Utang, Nasdem: Itu karena Pandemi
Dengan membagi beban ini, Dito mengatakan pemerintah bisa lebih fokus untuk akselerasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mendorong program pemulihan ekokomi nasional (PEN).
"Saya kira saat ini, kita perlu bersama-sama optimis bahwa pemerintah menjalankan setiap kebijakan dengan prudent dan transparan sehingga kita semua dapat segera melewati pandemi Covid-19 ini," tandas Dito.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf menilai setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin berjalan secara represif.
Hal itu berkaitan dengan penangkapan yang dilakukan terhadap mereka yang berseberangan dan selalu mengkritisi pemerintah, misalnya yang terakhir adalah penangkapan terhadap aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
"Pemerintahan Presiden Jokowi sangat represif," kata Bukhori saat dihubungi Tribunnews, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Jokowi-Maruf Disebut Royal Terhadap Utang, PPP : PKS Kurang Memahami Utang yang Dimaksud BI
Selain itu, Bukhori menilai selama Presiden Jokowi berkuasa, utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat.
Ia menyebut, pemerintahan saat ini royal terhadap utang.
"Dan terlalu royal terhadap utang," kata Anggota Komisi VIII DPR RI itu.
Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia per Juli 2020 yakni sebesar 409,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.063,56 triliun (kurs Rp 14.800 per dollar AS) dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,2 persen.
Jika dirinci lebih lanjut, utang luar negeri Indonesia ini terdiri dari utang publik (utang pemerintah dan bank sentral) sebesar 201,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2.967,23 triliun.
Lalu utang luar negeri dari swasta (termasuk BUMN) yakni 207,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 3.056,92 triliun.