’’Kalau partai lain tidak melihat adanya itu (loyalitas Nasdem terhadap hasil konvensi), mereka (partai-partai) tidak akan ikut. Kegagalan konvensi Golkar dan Demokrat harus menjadi pembelajaran berharga,’’ kata Phillips.
Definisi Konvensi
Pengamat politik Ray Rangkuti mengusulkan perlunya membuat definisi yang tepat terhadap konvensi dan implikasinya. Apakah konvensi capres, konvensi capres dan cawapres, atau konvensi capres dan atau cawapres.
’’Ini penting supaya publik ada kejelasan. Juga perlu ada ikatan supaya calon atau parpolnya tidak keluar koalisi selama dua tahun,’’ kata Ray.
Sementara itu, pakar psikologi politik Hamdi Muluk menyoroti dua hal. Pertama, apakah UU No 7 tahun 2012 akan direvisi? Jika target Nasdem seperti itu, hal ini harus didudukkan terlebih dulu. Sebab, masalah ini pernah dibawa ke Mahmakah Konstitusi (MK) tapi kandas.
Itu yang pertama. Yang kedua, kata Hamdi, konvensi Nasdem ini harus dibaca publik jauh dari politik dagang sapi.
Ketiga, koalisinya harus dipastikan jika ambang batas penentuan Presiden masih belum direvisi. Ketiga, membuat logika terbalik. Cari calon dari luar dulu yang terbaik supaya menjadi daya tarik parpol untuk datang.
Niat Baik
Sekjen Dewan Pakar Hayono Isman gembira melihat rencana konvensi ini mendapat apresiasi positif dari para pembicara. Memang, kata Hayono, niat konvensi ini memang mulia. Ketua umum Nasdem sudah pasti tidak akan mau maju. Nasdem ingin cari tokoh dari luar.
"Jika SP (Surya Paloh) tidak mau maju pasti kader yang lain juga tidak akan maju,’’ kata Hayono.
Secara empiris politik yang terkuat hari ini pasangan dari Gerindra-PDIP. Ini sepertinya satu paket. Tapi, yang terkuat, kata Hayono, belum tentu mampu mengalahkan underdog seperti terjadi pada pilpres 2014. Apakah ini akan terulang?