TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur.
Penggeledahan yang dilakukan sejak Senin (30/11/2020) hingga Selasa (1/12/2020) pukul 02.30 WIB menyasar satu di antara kantor milik PT Aero Citra Kargo (ACK) yang berlokasi di Jakarta Barat.
Sebagaimana diketahui, pengurus PT ACK, Siswadi menjadi satu di antara tersangka dalam kasus ini.
Baca juga: KPK Bakal Panggil Saksi-saksi Terkait Kongsi PT ACK dan PT PLI di Kasus Suap Edhy Prabowo
Menteri nonaktif Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga menerima suap lebih Rp12 miliar dari sejumlah perusahaan eksportir lobster.
Uang diterima dari PT ACK selaku satu-satunya perusahaan cargo pengirim benih lobster.
"Adapun barang yang ditemukan dan diamankan tim di antaranya adalah beberapa dokumen terkait dengan ekspor benih lobster dan bukti elektronik," ungkap Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Selasa (1/12/2020).
Ali mengatakan, berikutnya barang dan dokumen yang diamankan tersebut akan dilakukan inventarisir dan analisa lebih lanjut untuk selanjutnya dilakukan penyitaan.
Ia melanjutkan, tim penyidik KPK masih akan melakukan penggeledahan untuk mengumpulkan bukti dalam perkara ini.
"Namun tidak bisa kami sampaikan lebih jauh terkait tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan dimaksud. Kami memastikan perkembangan penanganan perkara ini akan kami informasikan lebih lanjut," kata Ali.
Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah sejumlah ruangan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Jumat (27/11/2020) hingga Sabtu (28/11/2020) dini hari.
Dari penggeledahan itu, tim penyidik menyita dokumen, barang bukti elektronik hingga uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing.
PT ACK diduga memopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp 1.800 per ekor.
Edhy Prabowo sendiri diduga memiliki saham di PT ACK melalui nominee atau pinjam nama Amri dan Ahmad Bahtiar.
Kedua nama itu yang kemudian menerima uang sebesar Rp9,8 miliar dari PT ACK yang diduga berasal dari sejumlah eksportir.