Namun dalam pengajuan PK itu, Djoko Tjandra tidak bertindak sebagai pihak Pemohon.
Namun Permohonan PK tersebut ditolak PN Jaksel dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
Saat itu Djoko Tjandra tidak ingin diketahui keberadaanya.
Kemudian Djoko Tjandra meminta Anita mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumardi.
Tommy lalu mengenalkan Anita dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Anita mengutarakan maksud dan tujuannya kepada Prasetijo yakni membantu Djoko Tjandra datang ke Jakarta.
Prasetijo menyanggupi dan mengurus keprluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuatkan surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.
Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP, dengan ancaman hukuman lima (5) tahun penjara.
Sedangkan Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP.
Baca juga: Anita Kolopaking Paparkan Persoalan Hukum Djoko Tjandra ke Prasetijo di Gedung Bareskrim
Ia diancam hukuman maksimal enam (6) tahun penjara.
Sementara Anita Kolopaking dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu tahanan kabur.
Kemarin, tuntutan Brigjen Pol Prasetijo Utomo juga dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
JPU menilai Djoko Tjandra terbukti membuat surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dalam keadaan berstatus buronan kasus hak tagih Bank Bali tahun 1999."
Menjatuhkan hukuman pidana terhadap Prasetijo Utomo dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan," kata JPU.