"Lah wong namanya memang IT di data kependudukan namanya IT, namanya NA70 nggak mau, NA70 namanya memang," kata Risma.
Selain nama, ada juga permasalahan tanggal lahir warga. Dia menemukan ada calon penerima yang tercatat lahir pada 2043 atau 2060.
Belum lagi alamat warga yang tidak memiliki nomor RT/RW.
"Ini ada lahir mohon maaf pak ini data lama jadi ada yang lahir tahun 2043, bank enggak mau, ada yang lahir 2060. Ini kan bukan kesalahannya penerima kan pak?" katanya.
"Ini tadi IT namanya. Dusunnya Null gak mau juga. Kemudian RW-nya Null. Ini gak ada datanya. Jadi gak bisa ini. Ini sekarang lagi kita rekap untuk kita betulkan," ujarnya.
Demi mengatasi hal tersebut, mantan wali kota Surabaya ini mengatakan seluruh pencairan bermasalah ini akan dialihkan ke PT Pos Indonesia (Persero).
Dia menyebut saat ini sedang dilakukan persiapan rekapitulasi data pencairan bersama PT Pos.
"Saya pindahkan, tiga juta sekian (calon penerima) karena bank tidak mau menyalurkan. Wong namanya memang IT Pak di kependudukan," terang Risma.
Selain itu, Risma juga berencana mengubah alur pencairan bansos.
Perubahan dilakukan karena jumlah penerima bansos yang dananya dicairkan perbankan kerap kali tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh Kemensos.
Dengan perubahan ini, nantinya untuk rekapitulasi data penerima bansos, setelah penyaluran, bank harus melaporkan lagi pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Laporan diperlukan untuk pencocokan data sebelum dipublikasikan dalam bentuk informasi publik.
Adapun alur pencairan yang lama dimulai dari usulan bansos, masuk ke DTKS, kemudian data diolah oleh Ditjen Kemensos.
Setelah disalurkan, rekap data akan kembali dilakukan oleh Ditjen.
"Usulannya akan ada informasi publik, DTKS diserahkan kepada ditjen, kemudian ke penyalur, ke bank, kemudian bank kembali lagi ke DTKS karena kadang tidak sama Pak yang kami serahkan misal 9 juta, yang diserahkan bank hanya sekian juta. Masalahnya macam-macam," ujarnya.(tribun network/dit)