Kalau kita bisa membantu banyak apa yang dirasakan masyarakat. Misalnya begini, kemarin ada undang-undang Omnibus Law.
Saya kalau mau dapat nama di rakyat bisa seperti Demokrat dan PKS yang walk out seperti pahlawan.
Tapi kalau walk out, saya nggak bisa bikin apa-apa. Saya pilih tetap bertarung, oleh karena itu saya pilih kader-kader terbaik.
Di (pembahasan) Omnibus Law saya pasang yang terbaik seperti Prof Zainuddin Maliki, Alm. Doktor Ali Taher Parasong, Guspardi Daus, totalnya ada lima untuk mengawal Omnibus Law.
Mereka ini siang malam bertempur karena mau dipercepat. Bertarung habis-habisan sampai nangis berderai air mata.
Kami bersyukur bisa mempertahankan yang menurut kami untuk kepentingan rakyat antara lain bidang pendidikan tetap tidak diliberalisasi.
Termasuk mempertahankan keberpihakan terhadap para tenaga kerja. Walaupun di mata publik kami jelek tidak apa-apa. Ya begitu lah perjuangan. Kalau mau enak kita walkout saja, tidak capek dan perlu bertengkar.
Ada masukan ke pemerintah untuk mengatasi atau memutus mata rantai Covid-19, termasuk program vaksinasi?
Saya kemarin ketemu pak Jokowi, saya bilang 'Pak Jokowi saya sudah lama nggak jumpa bapak secara langsung, beberapa kali saya lihat pak Jokowi di televisi'. Mukanya lebam, matanya bengkak, berarti presiden kita bekerja keras, bersungguh-sungguh.
Oleh karena itu saya mengatakan 'Pak Jokowi saya tidak bisa bantu bapak banyak, karena itu saya mendoakan semoga bapak presiden diberikan kekuatan, kesabaran, ketabahan dan pertolongan oleh Tuhan untuk mengatasi persoalan yang berat ini, ya pandemi, berdampak ekonomi, berdampak ke sosial. Jadi tidak ringan, tidak mudah, sulit, siapa saja presidennya ini berat.
Hanya masih banyak di pemerintahan, di birokrasi yang masih berpikirnya itu untuk kelompok atau kepentingan diri sendiri. Itu yang kita protes.
Ini kan sebenarnya hanya ada tiga yang harus segera dibereskan.
Pertama, dulu namanya PSBB. PSBB kita cabut, vaksin belum. Nah ini yang terjadi, Covid-19 merajalela, yang varian Delta.
Kedua, vaksin, vaksin itu harus dipercepat sehingga tercapai herd immunity. Ketiga, bantuan langsung terhadap orang terdampak.
Kita sudah habis seribu triliun lebih tapi menurut saya uangnya itu kemana, itu perlu kita pertanyakan. Kenapa? Harusnya kan pertama PPKM, kedua vaksin, ketiga bantuan langsung.
Nah tapi masih ada orang yang macam-macam, ada yang mau bikin sembako, karena sembako ada catutannya.
Nah maksud saya jangan berpikir seperti itu lagi. Jangan ada orang berpikir nyari duit saat lagi begitu, kan ini soal kita, soal cucu kita, bangsa kita, soal kita semua, jangan ada dong yang berpikir nakal lagi.
Vaksin itu saya tahu betul pak Jokowi sudah merancang kalau konsisten, di Agustus ini kita harusnya sudah 90 juta vaksin.
Tapi tidak, karena Juni kemarin baru beberapa puluh juta vaksin. Harusnya Desember 2020 kemarin itu kita sudah 10 juta vaksin, tapi baru 900ribuan.
Karena ada menteri yang tidak cepat membayar kontrak dengan luar negeri, rupanya punya vaksin sendiri. Yang begini ini nggak boleh.
Ini menyangkut nyawa, menyangkut hidup, nggak boleh ada yang berpikir begitu, masih cari-cari untuk diri sendiri.
Karena pandemi ini mengajarkan kita nggak bisa maju sendiri, nggak bisa sehat sendiri, nggak bisa kaya sendiri, harus bersama-sama.
Maksud saya di pemerintahan harus satu barisan, satu tekad, satu semangat dengan presidennya.
Sehingga pak Jokowi yang mukanya lebam-lebam, siang malam itu sukses cepet. Jadi pak Presiden luar biasa, dan apa yang dilakukan juga luar biasa.
Tapi mungkin tadi itu ada yang mantan menteri, ada menteri mungkin yang masih berpikir ini lahan-lahan yang apalah gitu.
Sempat terkomunikasikan ke Presiden Jokowi pemikiran Anda yang luar biasa ini?
Oh iya saya WhatsApp, saya kirimkan doa, saya sampaikan melalui pak Mensesneg, melalui pak Menseskab, kalau bertemu langsung juga saya sampaikan kepada pak Jokowi.
Jadi hal-hal ini sudah sampai?
Memang saya nggak ngomong di koran, di media. Di Tribun saja ini, karena saya kepancing ini. Saya belum pernah pak, saya biasanya langsung, ini saja kepancing ini.
Di periode yang lalu, PAN sempat berpartisipasi di pemerintahan. Apakah ada peluang di periode ini ikut serta berpikir sumbangsih melalui portofolio kabinet?
Kami ini kan PAN tidak mendukung pak Jokowi, walaupun saya dekat. Saya juga dulu mulai dekat semenjak beliau dari walikota, gubernur dekat sekali dengan Pak Jokowi, tetapi ya begitu lah partai bukan menentukan sendiri, ada banyak orang.
Kan kami sudah menentukan mendukung pak Prabowo, oleh karena itu tidak etis kalau kami minta karena kami nggak dukung, kami nggak ikut berjuang, kan nggak pantes dong kami minta-minta. Kami dukung yang bagus, yang nggak bagus kami kritik.
PAN ini partai yang merah putih, nasionalis religius, kalau diminta bantuan oleh pemerintah ya tentu kita bantu nggak mungkin nggak kita bantu untuk merah putih, untuk bangsa dan negara.
Jadi apapun yang diminta oleh negeri ini tentu harus siapkan yang terbaik, tapi tidak mungkin kami minta karena kami tidak mendukung pak Jokowi.
Kami mendukungnya pak Prabowo walaupun udah jadi menteri, wakilnya juga jadi menteri itu urusan mereka, tapi tidak etis kalau kami yang meminta, tapi kalau ditugaskan oleh negara untuk merah putih pasti kami lakukan.
Soal wacana Presiden Jokowi diduetkan Pak Prabowo atau wacana Presiden Jokowi tiga periode, bagaimana tanggapan Anda?
Kita punya konstitusi. Itulah pegangan kita berbangsa bernegara.
Kemarin ada orang minta Pak Jokowi diturunkan. Saya bilang saya tidak setuju karena bertentangan dengan konstitusi.
Kalau mau diganti ya ganti tunggu nanti ada saatnya, ada masanya. Tidak bisa kita jatuhkan di tengah jalan. Itu bertentangan dengan konstitusi, bisa menjadi chaos.
Saya ini mantan Ketua MPR ngerti betul aturan. Saya menentang teman-teman yang mau menjatuhkan bahwa itu perilaku yang berlawanan dengan konstitusional. Ini berbahaya bagi kita berbangsa bernegara.
Bisa chaos. Kita bisa tidak punya pegangan lagi. Bangsa yang tidak punya pegangan bayangin. Karena itu saya mengatakan ada konstitusi lima tahun dan bisa dipilih kembali satu kali lagi.
Kalau mau tiga periode tentu bisa tapi ubah konstitusinya. Merubah konstitusi sangat panjang ceritanya dan itu domainnya partai politik.
Domainnya ada di parlemen. Kalau saya mengatakan konstitusi dua kali. Dulu MPR lembaga tertinggi sekarang sudah tidak lagi. Kalau ditanya mungkin tidak, ya mungkin tetapi sulit.
Ngomong-ngomong apakah Anda pernah diajak bicara untuk membahas khusus soal tiga periode?
Belum, saya ini mantan Ketua MPR, yang selalu kita diskusikan mulai periode sebelum saya, periode saya, dan sekarang Pak Bambang (Soesatyo) bahwa kita dulu memang partai politik sepakat Indonesia perlu pokok-pokok pikiran haluan negara.
Misalnya begini, India siapapun presidennya program ruang angkasa tidak berubah. Kalau kita ganti presiden nanti ganti lagi. Itu yang perlu pokok-pokok pikiran.
Atau India itu nuklir, IT tidak berubah siapapun presidennya. Kita tidak ada visi misi yang long term.
Saya pernah beberapa kali ke Tiongkok, ya yang bagus perlu kita pelajari. Di Shanghai mereka tidak hanya visi misi tetapi 100 tahun ke depan sudah ada animasinya.
Kita bisa menonton gambar perkiraan Tiongkok di tahun 2045. Kalau di Indonesia ganti pemerintah nanti ganti kebijakan.
Itu disepakati di MPR. Yang lain belum kita bahas (tiga periode). Jadi namanya amandemen terbatas.
Zaman saya setelah selesai itu juga direkomendasikan ke Pak Bambang sekarang. Itu yang dibicarakan sekarang nggak ada yang lain. Karena kalau ada yang lain, mundur semua tidak ada yang mau. (tribun network/Vincentius Jyestha)