TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tingkat provinsi diresmikan 11 tahun silam, tepatnya tanggal 17 Desember 2010.
Namun selama 11 tahun berjalan, masih terdapat masalah dalam pelaksanaan persidangan.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial, Andi Samsan Nganro dalam webinar 'Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Pasca-2009', Kamis (21/10/2021).
"Kurang lebih 11 tahun sejak diresmikan gelombang pertama Pengadilan Tipikor di tingkat provinsi pada tanggal 17 Desember tahun 2010 terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan persidangan yang juga belum terlaksana," kata Andi.
Adapun kata Andi, salah satu masalah yang masih terjadi yakni belum hadirnya fasilitas pengadilan perkara korupsi di lembaga peradilan umum tingkat kota atau kabupaten.
Hal itu dikarenakan sarana dan prasarana yang belum memadai, hingga sumber daya hakim pengadilan tipikor yang masih belum memadai untuk setiap kota/kabupaten.
Baca juga: Lampu Hijau Novel Baswedan Dkk Tanggapi Tawaran Kapolri, Asal Ditempatkan di Dittipikor
"Namun apabila ketersediaan sarana dan prasarana mencukupi maka pengadilan tipikor bisa dibentuk di setiap ibu kota, kabupaten atau kota," terang dia.
"Mahkamah Agung tidak menutup mata adanya berbagai masalah yang perlu disikapi dan mendapat perhatian untuk lebih meningkatkan penyelenggaraan peradilan terhadap perkara korupsi yang berkualitas dan efektif," sambung Andi.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan perlu adanya pengaturan beban kerja bagi para hakim, khususnya pada pengadilan korupsi di kota besar.
Tujuannya supaya kerja penuntut umum lebih dimudahkan, sehingga penyampaian dakwaan dan bukti persidangan bisa tersampaikan secara optimal.
"Melalui pengaturan beban kerja Hakim yang lebih baik khususnya di pengadilan pengadilan jam-jam sibuk seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya juga akan mempermudah kerja penuntut umum," ucap Alex.