Untuk itu, menurut Sholeh, masyarakat sebagai pelaku perjalanan udara semestinya boleh memilih memakai tes PCR atau rapid antigen.
Ia pun menilai isi aturan Inmendagri dengan kedua aturan turunannya tidak sama.
"Ini kekacauan hukum. Coba anda bayangkan, Kementerian Perhubungan mengacunya pada Inmendagri."
"SE Nomor 21 Satuan Tugas Covid-19 juga mengacu kepada Inmendgari, tapi isinya tidak sama."
"Inmendagri yang menjadi rujukan wajib PCR level 1, 2, 3, 4. Wajib semua," kata dia.
Cak Sholeh menyebut, hal yang wajar ketika timbul kecurigaan dan pertanyaan mengapa pemerintah mewajibkan tes PCR ini.
Baca juga: Netty: Pemerintah Jangan Longgar Tegakkan Prokes, tapi Kenapa Pakai PCR yang Berbiaya Tinggi
Padahal, kata Cak Sholeh, beberapa waktu lalu saat pulau Jawa-Bali menerapkan PPKM level 3 dan 4 , masyarakat masih diperbolehkan memilih antara tes PCR dan antigen.
Kemudian, seiring situasi pandemi Covid-19 yang sudah membaik, semestinya pemerintah tidak membuat aturan PPKM semakin diperketat.
"Kita bayangkan satu hari 10 ribu penumpang, lalu lalang Jawa-Bali dikali Rp 500 ribu (harga tes PCR)."
"Wajar dong saya menjadi curiga, kewajiban PCR itu kepentingan siapa?," jelasnya.
"Sekarang pandemi melandai, mal-mal sudah dibuka, kok malah diketatin untuk PCR. Logikanya mana?" tambah Cak Sholeh.
Baca juga: Aturan Tes PCR Bisa Diperluas untuk Transportasi Darat dan Laut, DPR Curiga ada Kepentingan Bisnis
Ia pun meminta jajaran terkait, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Koordinator PPKM, untuk memberi penjelasan.
Bahkan, Cak Sholeh mengaku telah menerima desakan masyarakat untuk menggugat aturan baru tersebut.
Namun, ia belum bisa memastikan untuk jadi melayangkan gugat atau tidak.