TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senin (3/1/2022) dua hari lalu, Habib Bahar Smith (HBS) ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Barat dalam kasus dugaan ujaran kebencian.
Pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin ini pun langsung ditahan untuk di proses lebih lanjut.
HBS bukan kali pertama tersandung masalah hukum hingga mendekam di balik jeruji besi.
Perjalanan Bahar Smith masuk bui sudah terjadi sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pria berambut pirang ini juga kerap membuat kontroversi hingga berurusan dengan aparat di era Presiden Joko Widodo.
Baca juga: TR Diduga Sengaja Rekam Ceramah Bahar Bin Smith Lalu Disebarkan di YouTube
"Saya masuk penjara kasus Ahmadiyah, kasus Mbah Priok di Tanjung Priok, saya masuk karena saya yang pimpin. Kasus Ahmadiyah saya masuk zaman SBY," ungkap HBS dalam sebuah wawancara.
Pada tahun 2018, Bahar Smith didakwa atas perkara penganiayaan dua remaja santri.
HBS menjadi tersangka hingga akhirnya divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan masa tahanan.
Namun, Bahar Smith membantah bahwa tuduhan pemukulan terhadap santri tersebut tidak benar.
Baca juga: Bahar bin Smith Langsung Ditahan Setelah Diperiksa, Ini Alasan Polisi
"Banyak orang ngomong saya memukul santri. Saya sampaikan itu bukan santri, tapi habib palsu yang jual-jual nama saya. Habib palsu mendapat uang ratusan juta, itu bukan santri. Itu habib palsu,” aku HBS.
Selanjutnya pada tahun 2020, Bahar Smith kembali ditetapkan menjadi tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat.
Ia menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap driver taksi online.
Kasus penganiayaan itu bermula dari adanya laporan seorang berinisial A di daerah Bogor pada 2018.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi CH Patoppoi, korban yang diduga dianiaya oleh Bahar adalah pelapor itu sendiri.