“Memang ada pihak yang berdalih tidak ada korelasi antara hukuman mati dan efek jera, dengan argumen bahwa kejahatan toh masih ada. Ini logika yang sesat dan tak sesuai dengan prinsip negara hukum seperti yang berlaku di Indonesia. Kalau cara berpikirnya seperti itu, maka semua sanksi pidana yang ringan sekalipun akan bisa dianggap tidak diperlukan, karena dianggap tidak memiliki efek jera, karena masih terjadinya kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat,” ucapnya.
Sikap mendukung hukuman mati terhadap predator anak seperti Hery Wiryawan itu disebut merupakan komitmen dirinya dan juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam memberantas dan mencegah kekerasan dan kejahatan seksual.
Karenanya HNW juga berharap agar RUU Tindak PIdana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), bila akan disahkan juga sebagai UU, agar harusnya terlebih dahulu diperbaiki sesuai dengan aspirasi publik, antara lain dengan mencantumkan hukuman yang maksimal ini.
“Ini bentuk konsistensi kami memberantas kekerasan seksual dan melindungi korban. Maka kalau para pendukung RUU TPKS serius melawan kejahatan/kekerasan seksual, dan betul-betul ingin melindungi korban, mereka harusnya juga mendukung tuntutan hukuman mati ini, tidak malah menolaknya, dan memasukkan ketentuan sangsi hukuman mati itu ke dalam Pasal-Pasal di RUU TPKS,” kata dia.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu secara tegas juga mengkritik Komnas HAM yang justru berkomentar menolak tuntutan hukuman mati terhadap predator anak tersebut.
“Seharusnya norma hukum yang dijadikan acuan adalah hukum yang berlaku di Indonesia, karena kasusnya terjadi di Bandung, Indonesia. Maka mestinya Komnas HAM juga mendukung pemberlakuan hukum yang berlaku di Indonesia tersebut, bukan malah mengendorse norma hukum berlaku di negara lain, seperti Inggris dalam kasus Reinhard Sinaga, dengan mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia," katanya.
Menurut HNW setiap negara memiliki kedaulatan dalam menentukan sistem atau jenis hukum yang diberlakukan di negara masing-masing
Indonesia adalah Negara Hukum dengan UUD dan UU Perlindungan Anak yang melegalkan hukuman mati.
"Dengan logika hukum dan HAM, maka Komnas HAM mestinya ikut mendukung pemberlakuan norma hukuman mati tersebut. Semoga dengan demikian Anak-Anak, para korban kejahatan/kekerasan seksual dapat merasakan hadirnya negara/hukum yang adil yang melindung mereka, dan semoga dengan Hakim mengabulkan tuntutan hukuman mati itu juga bisa hadirkan efek jera juga. Agar Indonesia lekas selamat dari kedaruratan kejahatan dan kekerasan seksual,” katanya.