"Jika tidak terealisasi, Indonesia tidak memiliki gelar pertahanan yang memadai untuk melindungi empat skenario titik panas yang harus diantisipasi TNI. Selat Malaka, Natuna Utara, Ambalat, Saumlaki-Arafuru," kata Andi ketika dihubungi Tribun.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mempertanyakan kebijakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, khususnya terkait pembelian pesawat tempur Dassault Rafale dan F-15.
"Pak Prabowo Subianto, apakah layak kita jor-joran belanja pesawat tempur sekarang? Musuh kita sekarang virus, senjata yang dibutuhkan obat dan vaksin," kata Juru Bicara DPP PSI Rian Ernest.
Lebih jauh, Prabowo harus transparan ke publik terkait dalam pembelian Alutsista.
"Sikap terbuka itu bisa dimulai dengan merilis rencana strategi pembelian Alutsista. Apa saja yang mau dibeli, apa dasar kebijakannya, dan seterusnya," ucap Rian.
Intinya, kata Rian, Prabowo harus bijak melihat prioritas belanja mengingat kondisi pandemi yang masih menjadi ancaman saat ini dan perekonomian bangsa yang belum pulih.
"Jangan sampai ada pertanyaan di publik, apakah pengadaan Alutsista ratusan triliun menjelang Pemilu 2024 ini berkaitan dengan hajatan Pilpres. Data dari Harian Kompas pagi ini, akan ada sampai 1.750 T yang bisa saja dihabiskan sampai 2024. Peremajaan alutsista jelas penting. Tolong pastikan anggarannya transparan dan ada skala prioritas," paparnya.
"Kita tidak ingin ada tragedi kapal selam Nanggala terulang. Pesawat Hercules jatuh lagi. Tapi anggarannya harus terukur dan sesuai prioritas penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi," tutup Rian.
Dibahas di DPR
Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono mengungkapkan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pernah memaparkan rencana pembelian 42 pesawat tempur Dassault Rafale dan 36 unit F-15 saat rapat kerja beberapa bulan lalu dengan Komisi I.
Namun, kata Dave, saat itu belum dibahas detail mengenai skema pembayaran pembelian jet tempur itu.
"Kita juga baru disampaikan. Waktu rapat beberapa bulan lalu sih pernah dipaparkan masalah pembeliannya itu, cuma ya kita belum ngebahas secara detail tentang skema pembayarannya dan digunakannya seperti apa dan lain-lain. Karena kan pesawat ini kan berbeda dengan yang sudah kita miliki," kata Dave.
Dave berujar, Komisi I DPR belum bisa bersikap soal keputusan Prabowo memboyong pesawat tempur tersebut.
Dikatakannya, Komisi I DPR akan meminta penjelasan Menhan, terlebih dahulu.
Kemungkinan, rapat antara Komisi I DPR dengan Menhan digelar di masa sidang berikutnya, karena DPR segera menjalani masa reses.
"Kita bukan enggak mau mendukung atau menolak. Akan tetapi kita akan minta penjelasan dulu dari Pak Prabowo sebelum bisa menyatakan sikap kita," ujar legislator Partai Golkar itu.(Tribun Network/gta/mam/wly)