Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aziz Yanuar turut menyoroti tuntutan yang dijatuhkan jaksa terhadap kedua terdakwa polisi pada perkara Unlawful Killing.
Aziz adalah anggota tim kuasa hukum pihak keluarga enam anggota Laskar FPI yang tewas akibat insiden penembakan di Rest Area KM50 Cikampek beberapa waktu lalu.
Aziz menyatakan bahwa pihaknya tidak puas dengan tuntutan 6 tahun jaksa penuntut umum (JPU) kepada kedua terdakwa.
Dia berharap perkara ini bisa diselesaikan dengan peradilan HAM.
"Seharusnya diselesaikan dengan peradilan HAM. Itu saja satu-satunya keinginan kami dan keluarga korban," kata Aziz saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (22/2/2022).
Tak cukup di situ, Aziz juga meminta agar kasus tersebut bisa diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang 26 Tahun 2000.
Baca juga: Senasib dengan Briptu Fikri, Ipda Yusmin Juga Dituntut 6 Tahun Bui pada Perkara Unlawful Killing
Dia menyatakan hal itu didasari dari surat dakwaan jaksa pada perkara yang di mana seharusnya menyadari bahwa adanya banyak luka di tubuh para korban menjadi bukti adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalm insiden itu.
Bahkan pernyataan Komnas HAM juga menyatakan kalau penembakan terhadap enam anggota Laskar FPI pelanggaran HAM berat.
Dengan begitu maka tuntutan yang berdasar pada dakwaan ini dinilainya telah membantah pernyataan Komnas HAM.
"Dakwaan yang disampaikan JPU itu membantah pernyataan Komnas HAM yang menyebut bahwa peristiwa itu bukan pelanggaran HAM berat," tukas Aziz.
Di sisi lain, anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) eks anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) Marwan Batubara mengatakan, pihaknya sudah tidak perduli dengan hasil dari proses hukum yang menyebabkan enam anggota eks Laskar FPI itu tewas tertembak.
Sebab kata dia, proses persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan itu hanyalah sidang main-main.
"Kita sih nggak pernah percaya sama itu sejak awal, jadi mereka mau kasih itu hukumannya 3 tahun 6 tahun 10 tahun 20 tahun, ya itu kan cuman (sidang) dagelan," kata Marwan saat dimintai tanggapannya oleh wartawan, Senin (22/2/2022).
Tak hanya itu, dirinya juga tak lagi percaya dengan seluruh proses persidangan yang dinilainya sesat itu.
Hal itu lantaran kata dia, penyelidikan terhadap perkara ini tidak pernah dilakukan, di mana yang dilakukan oleh Komnas HAM yang selanjutnya dijadikan perkara oleh jaksa hanyalah bersifat pemantauan.
Sebab dirinya berpandangan kalau persidangan ini dilakukan dan diselesaikan di pengadilan HAM.
"Jadi dari awal sudah sesat, mestinya kalau ada kasus, kasus pembunuhan ini, mestinya dilakukan dulu penyelidikan itu siapa, itu oleh Komnas HAM, ya kan nanti ada tingkat berikutnya itu ada penyidikan, itu menurut UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM gimana kita mau percaya hasilnya," tukas dia.
Polisi Dituntut 6 Tahun Bui
Kedua terdakwa, baik Briptu Fikri Ramadhan maupun IPDA M. Yusmin Ohorella dituntut 6 tahun penjara.
Adapun amar tuntutan itu dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang virtual yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/2/2022).
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer jaksa.
"Menuntut agar Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili perkara ini untuk menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan," kata jaksa dalam amar tuntutannya, Senin (22/2/2022).
Dalam tuntutannya, jaksa juga menyatakan terdakwa sebagai anggota kepolisian telah abai terhadap penggunaan senjata api yang menimbulkan orang meninggal dunia.
Jaksa menyebut, peristiwa itu bahkan dilakukan secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," kata Jaksa.
Atas tuntutan ini, kuasa hukum kedua terdakwa menyatakan akan melayangkan nota pembelaan alias pleidoi yang akan disampaikan pada Jumat (25/2/2022).
Sebagai informasi, dalam perkara ini para terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.