News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Apresiasi Kemenag, Komisi VIII DPR: Arab Saudi pun Miliki Aturan Soal Pengeras Suara Masjid

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi masjid dan pengeras suara - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengapresiasi keputusan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.

TRIBUNNEWS.COM - Edaran tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, menuai pro dan kontra masyarakat.

Untuk diketahui, batas volume pengeras suara di masjid dan musala diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 dB (desibel).

Melalui Surat Edaran (SE) Nomor 05 tahun 2022 ini, diharapkan dapat menjadi upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat.

Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengapresiasi keputusan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.

Ace Hasan menjelaskan bahwa di negara muslim seperti Arab Saudi dan Malaysia sekalipun, telah memiliki aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musal.

"Di beberapa negara muslim seperti Arab Saudi, Malaysia dan negara lainnya soal pengeras suara ini, ada aturannya," kata Ace Hasan dikutip dari laman resmi DPR RI, Jumat (25/2/2022).

Baca juga: KH.Imam Jazuli: Ini Alasan Kenapa Peraturan Pengeras Suara Masjid&Musalla; oleh Menag Perlu Dicabut

Baca juga: Ketua GP Ansor Sebut SE Menag Bukan Larangan Azan, Hanya Pengaturan Pengeras Suara

Menurut Ace Hasan, keputusan ini tentunya telah melalui kajian mendalam dan detail oleh Kementerian Agama.

"Pasti sudah melalui kajian yang mendalam dari Kemenag."

"Kita harus menghargai antara sesama kita," sambung Ace Hasan.

Ace Hasan Syadzily. (Chaerul Umam/Tribunnews.com)

MUI Apresiasi

Selain Ace Hasan, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Asrorun Niam Sholeh juga turut mengapresiasi terbitnya SE ini.

Mengutip laman resmi Kemenag, surat edaran ini, kata Niam, sejalan dengan Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2021.

"Saya mengapresiasi atas terbitnya SE itu sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktivitas ibadah."

"Substansinya juga sudah dikomunikasikan dengan Majelis Ulama Indonesia serta didiskusikan dengan para tokoh agama," kata KH Asrorun Niam, Senin (21/2/2022). 

Baca juga: Respon MUI Kota Bukittinggi Merespon Soal SE Menag RI: Sepakat Demi Kenyamanan dan Ketenteraman

Menurut Niam, memang dalam pelaksanaan  ibadah membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.

"Tapi dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat."

"Jemaah dapat mendengar syiar, namun tidak menimbulkan mafsadah (kerusakan)," jelas Niam. 

Oleh karena itu, perlu adanya sebagai pedoman bersama.

Kendati demikian, menurut Niam, dalam penerapannya, pemerintah juga perlu memperhatikan kearifan lokal yang tidak bisa digeneralisir.

"Kalau di suatu daerah, terbiasa dengan tata cara yang sudah disepakati bersama, dan itu diterima secara umum, maka itu bisa dijadikan pijakan. Jadi (harapannya dalam) penerapannya tidak kaku," lanjut Niam.

KSP Minta Masyarakat Tak Terpancing Narasi Negatif

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Rumadi Akhmad meminta masyarakat agar tidak salah mengartikan SE ini.

Baca juga: PROFIL Yaqut Cholil Qoumas, Menag yang Rilis Aturan soal Toa di Masjid-Musala, Hartanya Rp 11,1 M

Pihaknya memastikan, substansi SE No 05/2022 itu tidak berniat untuk melakukan pelarangan terhadap penggunaan pengeras suara masjid ataupun musala.

Hanya saja, SE ini diterbitkan sebagai pedoman masyarakat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain.

"SE Menag ini menjadi jalan tengah dari berbagai kepentingan untuk mewujudkan toleransi dan harmoni sosial."

"Jadi tidak benar jika ada yang menarasikan SE ini dianggap melarang pengeras suara," kata Rumadi, Selasa (22/2/2022).

Rumadi menjelaskan persoalan pengeras suara di tempat ibadah sudah lama menjadi perbincangan.

Terutama di daerah-daerah yang plural.

Baca juga: Imbas Pernyataan Menag: Tagar Soal Menag Yaqut Jadi Trending Topic hingga Dilaporkan Roy Suryo

Bahkan, lanjut Rumadi, masalah pengeras suara pernah menjadi penyulut konflik sosial.

Seperti konflik yang terjadi di Tanjung Balai Sumatera Utara.

"Hal seperti ini tidak boleh terulang kembali, sehingga SE ini bisa menjadi acuan dalam pengelolaan tempat ibadah," terang Rumadi.

Untuk itu, pihaknya mengajak masyarakat untuk tidak terpancing oleh narasi negatif soal pengeras suara yang bisa meruntuhkan toleransi. 

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Srihandriatmo Malau)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini