Dalam pernyataan terakhirnya meski berkomitmen untuk taat kepada konstitusi, Presiden Jokowi menyebut bahwa wacana tersebut sebagai bagian dari demokrasi.
"Dahulu Presiden Jokowi menyebut bahwa yang usulkan perpanjangan masa jabatan Presiden menampar mukanya, mencari muka atau menjerumuskannya, tetapi kini malah menyebutnya sebagai demokrasi."
"Sekalipun semenjak diusulkan juga tidak menambah Partai atau anggota MPR yang mendukung usulan penundaan Pemilu, atau data ke MPR untuk daftarkan secara resmi usulan perubahan thd UUD agar Pemilu bisa ditunda," katanya.
"Justru dalam rangka penyelamatan demokrasi di negara hukum seperti Indonesia, dengan mempertimbangkan fakta-fakta perkembangan politik diatas, akan lebih baik kalau sikap yang disampaikan lebih tegas, agar semua pihak menaati Konstitusi dan perundangan yang berlaku."
"Karena demokrasi yang sehat dan berkualitas tidak bisa dilaksanakan diatas sikap ambivalen dan ambigu, apalagi dengan menabrak aturan-aturan konstitusi serta peraturan perundangan yang telah disepakati bersama," lanjutnya.
HNW menjelaskan demokrasi yang lebih sesuai dengan Pancasila adalah yang melaksanakan Konstitusi yang masih berlaku serta peraturan perundangan terkait seperti keputusan KPU bersama Pemerintah, DPR dan DPD bahwa Pemilu baik Pilpres maupun Pileg diselenggarakan pada 14 Februari 2024.
Apalagi mayoritas warga juga tidak setuju Pemilu diundurkan dengan dalih apapun.
"Ketegasan seperti ini diperlukan, agar pernyataan Presiden yang ditunggu-tunggu itu bisa mengakhiri spekulasi dan kontroversi, serta tidak malah memunculkan interpretasi yg liar atau usulan baru yang menambah kontroversi seperti usulan mempercepat Pemilu dan memperpendek masa jabatan Presiden. Usulan2 yang juga tak sesuai dengan ketentuan UUD serta keputusan KPU, hal2 yang tentu tidak diinginkan Presiden Jokowi," ujar dia.