“Alternatif lain adalah menggembosi KPU dengan tidak mencairkan anggaran Pemilu 2024, karena sampai sekarang pembahasan anggaran Pemilu masih deadlock,” kata Jovan memperingatkan, ”Skenario paling akhir, bukan tidak mungkin, Pemerintah nekat mengeluarkan Dekrit Presiden dengan berbagai alasan, seolah-olah kehendak rakyat berdasarkan survei abal-abal, alasan ekonomi yang belum pulih, alasan Covid-19 yang belum terkendali, dan bahkan alasan perang Rusia-Ukraina yang nun jauh di sana.”
“Dengan kata lain, ada indikasi penguasa akan melakukan segala macam cara untuk mencapai tujuan melanggengkan kekuasaan, tanpa peduli bahwa semua rencana ini merupakan permufakatan jahat untuk mengkhianati amanat Reformasi,” tegas Jovan mengingatkan masyarakat.
Secara akal sehat dan hati nurani, urai Jovan lebih lanjut, “Ada beberapa kemungkinan alasan tunda Pemilu. Pertama, Pemerintah sudah dicekam ketakutan kehilangan kekuasaan (post power syndrome) bahkan sebelum kekuasaan berganti. Para pakar psikologi politik dan para sejarawan perlu juga berbicara tentang hal ini.”
Kedua, kata Jovan lagi, “Pemerintah ketakutan rencana pemindahan Ibukota Negara (IKN) yang baru bakal gagal total, baik karena faktor ketidakpastian ekonomi serta kurangnya waktu. Kalau proyek ini gagal, tentu proyek IKN akan dikenang sebagai aib dari manajemen pemerintah yang serampangan."
“Baru saja kita membaca Softbank Group Corp membatalkan rencana investasinya bagi IKN, pada Jumat lalu. Sebelumnya pemerintah mengklaim Softbank berkomitmen berinvestasi antara 30-40 milliar dolar AS. Mundurnya Softbank ini tentunya merefleksikan ketidakyakinan investor akan kesuksesan dari proyek ini,” jelas Jovan.
“Para pakar ekonomi dan investasi harus berani mengatakan dengan sebenarnya, berdasarkan akal sehat dan hati nurani, apakah rencana IKN ini memang layak dilakukan sekarang atau tidak?" tanya Jovan, “Demokrat setuju IKN pindah dari Jakarta ke Kalimantan, tapi Demokrat tidak setuju jika dilakukan saat ini juga, ketika dana yang ada harusnya diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi dan penanganan covid-19.”
"Jangan kehendak rakyat untuk melaksanakan pergantian kekuasaan secara konstitusional melalui Pemilu diutak-atik hanya karena elite kekuasaan gagal mengatasi post power syndrome atau untuk menyelamatkan proyek mercusuar yang merupakan kepentingan elite," tutup Jovan, "Rakyatlah pemegang kedaulatan di negeri ini. Pemerintah melayani rakyat. Bukan sebaliknya."