TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara soal nasib yang menimpa seorang pria bernama Murtade alias Amaq Sinta (34).
Murtade adalah korban begal yang ditetapkan menjadi jadi tersangka pembunuhan lantaran menghabisi pelaku begal terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Reza lalu menjelaskan analisanya soal seberapa tinggi peluang hakim akan menghukum pelaku atau terdakwa, orang korban begal?
"Untuk menakar kebenaran klaim bahwa pelaku membela diri, hakim dapat memeriksa parameter di bawah ini. Semakin banyak unsur-unsur parameter yang terpenuhi, semakin diterima pula klaim pembelaan diri tersebut oleh hakim," kata Reza kepada Tribun, Kamis (14/4/2022).
Dirinya lalu mengaitkan parameter ini dengan kasus yang menimpa Murtade.
"Sepenuhnya dipicu oleh pihak eksternal: terpenuhi. Parameter kedua, tidak ada jeda yang memungkinkan pelaku mengendalikan diri, meredakan emosi, dan menimbang-nimbang perbuatan yang akan ia lakukan: terpenuhi," kata Reza.
Parameter selanjutnya adalah, perbuatan setara dengan provokasi yang ia terima: cek pembegalannya seperti apa?
Baca juga: Cerita Amaq Sinta, Awalnya Jadi Korban Kini Jadi Tersangka Setelah 2 Pelaku Begal Tewas di Tangannya
Reza menjelaskan, apakah juga bisa membuat target kehilangan nyawa?
Apa motif korban begal membawa sajam? Seberapa jauh sajam yang dibawanya berpengaruh terhadap perilaku agresif pelaku?
"Kalau ketiganya terpenuhi, maka--hitung-hitungan di atas kertas--klaim pembelaan diri akan diterima hakim," ujarnya.
Menurutnya, dengan kata lain, pelaku atau korban begal pada dasarnya memang bersalah karena membunuh orang.
"Tapi hukum kita mengenal alasan pembenar dan alasan pemaaf. Nah, siapa tahu hakim nantinya akan memaklumi alasan-alasan itu," katanya.
Reza lalu mengungkit kasus yang terjadi sekitar empat tahun lalu.
Saat itu, Kapolres Metro Bekasi Kota malah pernah kasih penghargaan kepada warga yang berhasil melumpuhkan begal.