Hal tersebut, kata dia, tidak berlaku dalam pandangan radikalisme yang berpangkal pada klaim kebenaran tunggal yang ada pada kelompok mereka sendiri.
Kelompok lain, kata Mahfud, pasti dinilai salah dan harus tunduk pada kebenaran yang kelompok mereka yakini.
"Jika tidak tunduk, maka harus dibinasakan dengan menghalalkan semua cara termasuk penyiksaan dan pembunuhan,” kata Mahfud.
Menurutnya, hal tersebut juga bertentangan dengan ketetapan Allah SWT dalam ajaran Islam yang menciptakan manusia dan umat manusia itu beragam.
Manfud menekankan pandangan masyarakat Indonesia berlandaskan ajaran Islam washatiyah telah membentuk kekuatan komunal.
Dengan demikian komunisme yang bersifat ekstrem dan anti-Tuhan tidak dapat menguasai bangsa Indonesia.
Walaupun sempat berkembang dan membentuk partai politik di Indonesia, namun kata Mahfud, komunisme di Indonesia tidak berhasil melakukan revolusi dan membentuk diktator ploretariat.
Selain itu menurutnya saat ini masih terdapat juga pemikiran dan kelompok radikal.
Namun demikian, kata dia, perkembangannya masih terkontrol walaupun beberapa kali menunjukkan manifestasinya dalam bentuk aksi teror yang mengorbankan manusia dan harmoni sosial.
Menurutnya jika paham radikalisme ini tidak terkontrol dan menjadi keyakinan mayoritas umat Islam, tentu Indonesia akan dengan mudah menjadi seperti Syiria dan Afghanistan.
“Demikian pula dengan radikalisme di negara kita tidak mudah berkembang adalah karena Islam yang diyakini oleh masyarakat Indonesia adalah Islam washatiyah,” kata Mahfud.
Hadir dalam acara tersebut di antaranya Direktur CIDES ICMI, Prof Dr Andi Faisal Bakti, Sekretaris CIDES ICMI Dr Hery Margono, Sekretaris Jenderal MUI/Wakil Ketua Dewan Pertimbangan ICMI Pusat Dr Amirsyah Tambunan, Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat Prof Dr Nanat Fatah Natsir, Dewan Pakar ICMI Pusat Drs KH Abdul Hamid dan Peneliti Senior CIDES ICMI MHR Shikka Songge.