TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan imbauan bagi terdakwa agar tidak memakai atribut keagamaan saat memasuki ruang persidangan.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.
Ketut mengatakan, imbauan ini telah beberapa kali disampaikan oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin kepada para jajarannya.
“Imbauan tersebut sudah beberapa kali disampaikan oleh Bapak Jaksa Agung,” tuturnya, Selasa (17/5/2022) seperti dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Menurut Ketut, imbauan dimaksudkan agar pemikiran masyarakat tidak condong pada agama tertentu bagi yang melakukan tindak pidana.
Baca juga: Terawan dan PDSI bertemu Wantimpres Agung Laksono Dorong Revisi UU Pendidikan dan Praktik Kedokteran
Baca juga: Kejaksaan Agung akan Telaah Dugaan Korupsi Impor Besi dan Baja
Lebih lanjut, ia menegaskan, terdakwa cukup mengenakan pakaian sopan saat persidangan.
“Maksudnya agar tidak mendiskreditkan agama tertentu. Seolah mereka berkelakukan baik dengan menggunakan peci dan baju koko. Jadi cukup dengan pakaian rapi dan sopan sudah bagus,” tuturnya.
Imbauan ini, kata Ketut, diharapkan untuk dilaksanakan oleh seluruh jaksa di jajaran Kejaksaan.
Sehingga, tidak ada lagi jaksa yang membawa terdakwa menghadiri persidangan dengan memakai atribut keagamaan tertentu yang biasanya tidak dipakai oleh terdakwa itu.
“Kalau imbauan ya harus dilaksanakan,” tegasnya.
Ketika merujuk pada imbauan Kejagung, seorang terdakwa yang memakai atribut keagamaan saat persidangan adalah mantan jaksa, Pinangki Sirna Malasari.
Diketahui dirinya sering memakai atribut keagamaan yaitu hijab saat menjalani persidangan terkait kasus yang menjeratnya yaitu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk kepentingan terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Saat menjalani proses penyidikan dan pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, dirinya tidak pernah memakai hijab.
Namun ketika menjalani persidangan hingga vonis, dirinya mengenakan hijab dan gamis.