TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) membuat rekening gotong royong sebagai solusi untuk menekan biaya politik yang tinggi.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di hadapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam agenda Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (27/6/2022).
"Terkait dengan pilkada yang berbiaya mahal, Pak Firli, kami juga sudah mencoba mengatasi dengan cara membuat rekening gotong royong," ucap Hasto dilihat dari tayangan YouTube ACLC KPK.
Hasto mengklaim PDIP tidak pernah meminta "mahar politik" untuk pencalonan seseorang sebagai calon kepala daerah atau anggota legislatif.
PDIP, kata dia, justru memberikan bantuan agar tidak memberatkan seseorang yang akan maju dalam pilkada/pileg tersebut.
Baca juga: Ketua KPK Ingatkan Mahar Politik Lahirkan Para ‘Bohir’, Solusinya Presidential Threshold Harus 0 %
"Sebagai contoh, misalnya Pak Jokowi ketika mencalonkan sebagai calon gubernur (DKI Jakarta), itu partai yang mencarikan dana saksi, bukan dari pak Jokowi. Begitu juga daerah-daerah lain," kata Hasto.
Mengacu pada data KPK sejak 2004 hingga Januari 2022, para pelaku korupsi yang berasal dari proses politik cukup mendominasi.
Baca juga: Sederet Alasan Pilkada 2020 Tak Ditunda, Pakar Nilai Ada Kepentingan Petahana hingga Mahar Politik
Tercatat 310 perkara yang melibatkan anggota DPR dan DPRD, 22 perkara yang melibatkan Gubernur, serta sebanyak 148 wali kota/bupati dan wakil diproses hukum oleh KPK.
Biaya besar dalam proses politik menjadi salah satu pemicu seseorang melakukan korupsi untuk memperoleh penghasilan tambahan guna menutup pembiayaan tersebut.
Penelitian KPK mengungkapkan biaya yang perlu disiapkan untuk mengikuti Pilkada sebesar Rp5-10 miliar, bahkan hingga Rp65 miliar.
Hal ini pernah disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri pada 20 Oktober 2020 lalu.
Tak jarang pasangan calon kepala daerah mencari bantuan dari pihak ketiga dengan janji akan mengakomodasi kepentingan mereka ketika sudah menjabat kelak.
Khusus untuk pilkada 2017 dan 2018, KPK mengungkapkan 82,3 persen calon kepala daerah dibiayai sponsor.