Menurut Komarudin, revitalisasi LPTK itu merupakan keharusan.
“Jika upaya strategis revitalisasi LPTK sebagaimana telah diuraikan tidak segera dilaksanakan, bukan tidak mungkin LPTK akan kehilangan peran bukan hanya di RUU Sisdiknas 2022 tetapi juga dalam sistem pendidikan nasional,” ungkap Rektor UNJ, Komarudin.
Baca juga: Masyarakat Diminta Kawal Perumusan RUU Sisdiknas untuk Mencegah Terjadinya Penyimpangan
Senada dengan Komarudin, Ketua Umum PP IKA UPI, Dr. (HC) Enggartiasto Lukita, sepakat bila revitalisasi LPTK tidak bisa ditunda-tunda lagi.
“Kita harus melakukan evaluasi dulu, bagaimana melakukan evaluasi atas kinerja - kinerja LPTK, agar mampu menyiapkan lulusan agar mampu menguasai dua subjeck utama: yaitu subject content knowledge, dan pedagogical content knowledge. Kita harus jujur ada persoalan cukup besar, yaitu mengendalikan pertumbuhan LPTK swasta. Dan keseimbangan antara supply dan demand guru, jumlah mahasiswanya. Berjamurnya LPTK swasta, saya pakai bahasa terang saja, yang abal-abal, yang asal cepat mengeluarkan sertifikat tampaknya perlu ditertibkan, dan kita mendorong pemerintah untuk mengambil langkah untuk itu,” ungkap Enggartiasto.
Terkait dengan ketiadaan klausul LPTK di RUU Sisdiknas, Menteri Perdagangan RI 2016-2019 memberikan komentar yang fundamental dalam presentasinya. “Mau dibawa ke mana pendidikan nasional kalau LPTK tidak ada dalam RUU Sisdiknas?" tanya Enggar.
Di tempat yang sama, Syawal Gultom menggambarkan betapa telah berkembang pikiran-pikiran yang memandang kenapa pendidikan guru harus melalui universitas eks IKIP. Kenapa tidak cukup dengan melalui training-training saja.
“Pendapat seperti itu banyak dan mungkin sudah banyak mempengaruhi diskusi-diskusi penyusunan RUU Sisdiknas. Kita selalu sepakat bahwa pendidikan guru, mulai dari S1 pendidikan akademik, itu satu paket dengan pendidikan profesi. Tidak mungkin mencetak guru dengan PPG yang satu tahun itu."