TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan menjelaskan, pemotongan dana donasi sebesar 13,7 persen yang dihimpun Aksi Cepat Tanggap atau ACT untuk operasional lembaga bisa disebut penggelapan.
Menurutnya, sebagai lembaga yang mengumpulkan dana umat bersifat amal sedekah, tidak bisa dipotong untuk gaji karyawan atau pimpinan dari lembaga kemanusiaan.
Dikutip dari tayangan Kompas TV, Asep menyebut, pemotongan tersebut sama saja ACT telah memotong hak penerima yang dititipkan.
"Mereka inikan suatu organisasi yang menyalurkan dana donasi umat. Kalau donasi umat jangan minta gaji dong, bikin perusahan bisnis," ujar Asep di program SAPA INDONESIA MALAM, Selasa (5/7/2022).
Dia menyebut, lembaga kemanusiaan tersebut hanya membungkus penggalangan dana dengan ibadah, namun mendapat keuntungan yang lebih dari setiap kegiatan.
"Perlu dicatat kalau sifatnya amal sedekah tidak boleh untuk gaji. Jelas itu penggelapan, dana itu untuk disalurkan ke mustahiq kok, malah buat pejabat tinggi gaji Rp250 juta," ujar Asep.
"Ini jelas pengelapan dana umat seharusnya disampaikan kepada umat dari para dermawan," tambahnya.
Asep memberikan saran supaya masyarakat dapat menyalurkan dana ke organisasi yang jelas atau langsung ke masjid-masjid setempat.
Baca juga: ACT Gunakan 13,7 Persen dari Rp 519 Miliar Total Dana Operasional yang Dihimpun Tahun 2020
Menurutnya, jangan sampai uang donasi umat yang dibungkus ibadah ini dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, bahkan kepentingan tertentu, seperti pendanaan jaringan terorisme.
"Saya setuju kasih aja ke NU, Muhammadiyah, Persis, Baznas atau masjid terdekat saja lah. Jangan mau dibungkus organisasi agama bermunculan," ujar Asep.
Diberitakan sebelumnya, ACT merilis bahwa pihaknya berhasil menghimpun dana operasional Rp519 miliar pada 2020.
Dari dana tersebut, lembaga itu menyisihkan rata-rata 13,7 persennya untuk operasional gaji pegawai dari 2017 sampai 2021.
Presiden ACT Ibnu Khajar mengklaim pengambilan 13,7 persen dana operasional masih dalam kategori wajar menurut syariat.
“Dalam lembaga zakat, secara syariat dibolehkan 1/8 atau 12,5 persen. Ini patokan kami secara umum, tidak ada secara khusus untuk operasional lembaga,” kata Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Menara 165, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Ibnu mengklaim pihaknya bisa mengambil 13,7 persen, yang bisa dikatakan melebihi 1/8 atau 12,5 persen, karena ACT bukan badan amil zakat, melainkan lembaga filantrofi umum.
“ACT bukan lembaga zakat, tapi filantropi umum dari masyarakat, CSR, sedekah umum atau infaq, dan alokasi dana zakat,” ucapnya.
Menurut dia, sebagai lembaga yang memiliki program di 47 negara lebih, ACT seringkali memerlukan dana distribusi bantuan yang lebih banyak.
“Sehingga kami ambil sebagian dari dana non-zakat, infaq atau donasi umum.”
Ibnu kembali mengatakan dana operasional itu sempat ingin digunakan untuk menunjang kegiatan di 2021. Namun hanya berjalan sebulan, akhirnya upaya tersebut tidak berjalan.
Ia beralasan hal itu karena pandemi Covid-19 yang menerpa seluruh penjuru dunia, sehingga menyebabkan lembaga tersebut melakukan perubahan struktur gaji sebanyak 4 hingga 5 kali yang disesuaikan dengan dana filantropi.
Baca juga: Presiden ACT Akui Soal Gaji Rp 250 Juta, Kini Tak Sampai Rp 100 Juta karena Donasi yang Masuk Turun
Sehingga patokannya bukan fasilitas apa atau gaji apa apabila sejak Januari ada pemotongan signifikan.
Diberitakan sebelumnya, dari kabar yang beredar dana kemanusian yang dihimpun ACT digunakan untuk memfasilitasi kehidupan mewah para petinggi lembaga filantropi tersebut.
Berdasarkan laporan majalah Tempo, diduga saat Ahyudin menjadi petinggi ACT dia mendapatkan gaji sebesar Rp250 juta per bulan.
Kemudian posisi di bawahnya seperti senior vice president menerima gaji Rp 200 juta per bulan, vice president Rp 80 juta per bulan, dan direktur eksekutif Rp 50 juta per bulan.
Masih menurut laporan majalah Tempo, Ahyudin saat menjabat sebagai petinggi difasilitasi tiga kendaraan mewah, seperti Toyota Alphard, Misubishi Pajero Sport, dan Honda CVR.
Majalah Tempo juga menemukan dugaan dana ACT yang digunakan untuk kepentingan pribadi Ahyudin untuk keperluan rumah. (*)
Sebagian artikel ini sudah pernah tayang di KompasTV dengan judul ACT Akui Potong Donasi 13,7 Persen, Pengamat Hukum Pidana: Ini Namanya Penggelapan Dana Umat
>