Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mendapati adanya temuan aliran dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang tidak hanya dalam bentuk lembaga tersebut, namun juga melalui individu.
Dia menyebut, pihaknya melakukan pendalaman terkait sosok pemberi aliran dana secara individu yang merupakan anggota ACT ke beberapa negara dan pihak lainnya.
Tak hanya itu, PPATK juga mengindikasi individu tersebut melakukan transaksi ke sejumlah negara-negara yang beresiko tinggi.
Baca juga: ACT Bakal Surati PPATK Terkait 60 Rekeningnya Diblokir di 33 Bank: Ini Amanah Orang untuk Kami
Bahkan, transaksi itu dilakukan sejak dua tahun dengan nominal transaksi mencapai Rp1,7 miliar.
"Kemudian ada juga salah satu karyawan yang dilakukan selama periode 2 tahun, mengirim ke negara-negara beresiko tinggi terkait pendanaan terorisme dengan 17 kali transaksi dengan nominal Rp 1,7 miliar, antara Rp 10 juta sampai Rp 552 juta, jadi kita lihat beberapa melakukan sendiri-sendiri ke beberapa negara," kata Ivan saat konferensi pers di Gedung PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Sementara, Ivan menambahkan, PPATK juga mendapati adanya laporan sejak tahun 2014 sampai 2022, ada 10 negara yang terbesar terkait melakukan transaksi pemasukan maupun keluar terhadap pihak ACT.
Bahkan, PPATK melihat ada lebih dari 2 ribu kali pemasukan dari entitas asing ke yayasan ACT dengan angkanya di atas Rp 64 miliar.
"Lalu Kemudian ada ke luar dari entitas ini ke luar negeri, lebih dari 450 kali angkanya Rp 52 miliar sekian, jadi kegiatan dari entias ini ada aktivitas dengan luar negeri," terang Ivan.
Ivan pun merinci, setidaknya ada 10 negara besar yang terdeteksi dalam aliran dana ACT, antara lain Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hongkong, Australia, Belanda. Di mana, ada transaksi dengan angka tertinggi sebesar Rp 20 miliar.
Kemudian, kata Ivan, PPATK melihat transkasi yang dilakukan yayasan kepada pihak tertentu, yang apabila dipatok pada Rp 700 juta ke atas, maka ada sekitar 16 pihak luar negeri baik individu atau pun lembaga asing yang menerima aliaran dana dari ACT.
"Kemudian 10 negara terbesar yang terafiliasi, terbesar keluar antara lain adalah Turki, Thailand, China, Palestina, kemudian beberapa negara lain," terangnya.
Maka, terkait beberapa transaksi itu, Ivan menyebut pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, terkait diduga terkait aktivitas terlarang di luar negeri, baik langsung dan tidak langsung.
"PPATK sudah memberikan hasil analisis terhadap teman-teman penegak hukum terkait," imbuhnya.