Indometer misalnya, meski merilis hasil survey yang positif, tapi juga melihat sisi negatif dari potensi merosotnya perolehan Partai Golkar pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 ke depan.
"Saya kira wajar saja adanya anomali politik seperti itu. Melesatnya figur tidak berkorelasi ke partai. Tapi hal itu hanya soal kemampuan menciptakan coattail effect," tambahnya.
Robi menyatakan, banyak kemungkinan yang bisa terjadi dalam keterpilihan seseorang sebagai presiden.
"Pak Airlangga lebih dekat kemungkinannya punya tiket nyapres melalui Koalisi Indonesia Bersatu. Soal ranking elektabilitas, itu soal cair. Survei LSI Denny JA menempatkan Airlangga Hartarto pada peringkat ke-6 dengan capaian 4,5 persen. Lalu survei ARSC merilis posisi ke-5 tapi capaiannya 3,59 persen. Itu artinya, peralihan suara pemilih bisa terjadi kapan saja," ungkap lulusan Center for History, Politic and Strategy UKM Malaysia tersebut.
Robi tidak menampik atas adanya kritikan masyarakat terhadap lembaga survei yang partisan.
"Ya, semua kemungkinan bisa terjadi. Tapi kita juga harus bijak dalam menilai. Misalnya, lihat indikator terkait penggunaan multistage random sampling, margin of error sebesar yang rata-rata di angka 2 persen, dan tingkat kepercayaan pada angka 95 persen. Kalau itu juga diragukan, masalahnya bisa pada integritas lembaga survey atau muatan kepentingan si pembaca survei."
Pengamat: Capres KIB masih "abu-abu"
Sebelumnya, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, sosok calon presiden (capres) yang akan dimunculkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih abu-abu.
Hal itu juga memunculkan kekhawatiran dari publik sosok yang bakal diusung bukan dari kader dari 3 parpol di KIB, yakni Golkar, PAN, dan PPP.
"Yang berbahaya, jangan-jangan capresnya diekspor dari luar, lalu cawapresnya dari internal. Ini pertaruhan harga diri juga," kata Ujang, dalam sebuah diskusi pekan lalu.
Ujang menyebut bahwa para ketua umum parpol di KIB memiliki potensi untuk diusung sebagai capres.
Namun Ujang dia tidak bisa memungkiri bahwa elektabilitas dari Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketum PPP Suharso Monoarfa, masih rendah.
"Ketum-ketum partai ini harus kerja keras," katanya.
Karena itu, terkait format pasangan capres dan cawapres yang akan diusung, Ujang menyarankan agar KIB membicarakannya secara matang.
"Maka harus hati-hati. Karena, apa yang dibangun oleh KIB ini bukan kendaraan bagi orang lain, tetapi bagaimana KIB ini melahirkan capres-cawapres unggulan. Siapa sosoknya? Tentu harus dipikirkan," pungkasnya.