Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengingatkan agar tak menuding RKUHP sebagai pesanan.
Hal itu disampaikan Eddy, sapaan akrabnya, menanggapi temuan Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR) soal 73 pasal yang berpotensi bermasalah dalam RKUHP.
Baca juga: Arsul Sani Menilai Pasal Penghinaan terhadap Presiden Harus Tetap Ada dalam RKUHP, Ini Alasannya
Awalnya, Eddy mengatakan bahwa yang menyusun RKUHP bukan orang sembarangan dan tak memiliki kepentingan.
"Ya gini, itu kan menurut pendapat ICJR. Pemerintah bisa menjawab itu. Saya mau katakan yang susun RKUHP ini kan para begawan yang ketika mereka melakukan tanpa vested interest," kata Eddy di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Karena itu, Eddy mengingatkan semua pihak agar berhati-hati menuduh bahwa RKUHP merupakan pesanan.
"Jadi kita hati-hati sekali ketika orang menuduh RKUHP ini ada pesanan dan sebagainya," ujarnya.
Sebab menurutnya, pernyataan tersebut bisa membuat para penyusun murka lantaran mereka menyusun RKUHP tanpa ada kepentingan.
"Itu nanti bisa jasad-jasad mereka di dalam kubur bisa murka. Karena itu disusun tanpa vested interest," ungkapnya.
Baca juga: Respons ICJR Terkait Putusan Ganti Rugi Rp 331 Juta untuk Korban Tindak Asusila Herry Wirawan
Adapun beberapa tokoh-tokoh yang disebut Eddy, yakni Profesor Oemar Seno Adji, Profesor Sudarto, Profesor Jacob Elfinus (JE) Sahetapy, dan Profesor Muladi.
"Mereka semata-mata menyusun berdasarkan argumentasi teoritik yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik," imbuhnya.