"Ada kasus dana operasional pimpinan, pengelolaan PON (pekan olahraga nasional), manajer pencucian uang yang dimiliki Lukas," ujar Mahfud.
"BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) selama ini tidak berhasil melakukan pemeriksaan (terhadap laporan Keuangan Papua) karena tidak bisa diperiksa. Sehingga lebih banyak disclaimer. Maka bukti hukum mencari jalannya sendiri," ujarnya.
Mahfud kemudian menyinggung sebuah artikel yang ditulis atas nama Pendeta Socratez Yoman
Dalam artikel tersebut, Socratez mengatakan Lukas ke Jakarta untuk berobat lalu meminta transfer Rp1 miliar untuk biaya pengobatan. Socratez menyebut Lukas tidak bisa bergerak leluasa saat itu karena adanya lockdown Covid-19.
"(artikel) itu tidak logis. Karena Covid itu baru 2020, bagaimana bisa dia kena lockdown di 2019, dan itu bukan salah ketik karena ada 2 kali 2019 ditulis," ucap Mahfud.
"Kasus Lukas ini bukan terjadi sekarang saja jelang situasi politik seperti yang ditulis romo tadi. Karena saya persilakan saudara-saudara buka berita 19 Mei 2020, saya selaku Menkopolhukam sudah umumkan ada 10 kasus korupsi besar dan Papua ini masuk di dalamnya," ujarnya.
Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun begitu, KPK belum dapat memberikan penjelasan lebih lanjut terkait perkara yang menjerat Lukas.
Hanya saja, lembaga antirasuah itu memastikan, penetapan Lukas sebagai tersangka dilakukan berdasarkan bukti yang cukup.
KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi sebelum menetapkan Lukas sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka yang dilakukan KPK sudah menyangkut tiga kepala daerah, Bupati Mimika, Bupati Mamberamo Tengah, dan Gubernur LE (Lukas Enembe) itu adalah tindak lanjut dari informasi masyarakat," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Sumber: Kompas.com/Tribunnews.com/Kompas.TV