Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor, Deni Wismanto yang turut hadir pun mengatakan bahwa saat ini sampah yang berhasil ditangani di Kota Bogor baru mencapai angka 76%.
"Kalau melihat sampah di Kota Bogor ini hampir setiap harinya itu 600 ton. Kalau kita tidak mengakomodirnya, tentu ini akan menjadi permasalahan. Persoalan sampah yang sebanyak itu memang tidak bisa tangani. Di Kota Bogor itu baru 76 persen yang bisa kita tangani," kata Deni.
Namun Deni menjelaskan, berbagai strategi terus dilakukan oleh Pemkot Bogor bersama DLH. Upaya itu saat ini diwujudkan dengan hadirnya ratusan bank sampah yang ada di Kota Bogor.
Bima Arya pun menyebut bahwa Pemkot Bogor senantiasa memutar otak agar sampah plastik dapat terus berkurang di Kota Bogor, termasuk lewat upaya daur ulang.
“Upayanya adalah membuat bank sampah. Nah di Kota Bogor ada 300 lebih, namun yang aktif baru sekitar 100 lebih. Itu kita lakukan pembinaan terus. Sisanya ke mana? Sisanya harus ada upaya pengurangan sampah sesuai strategi kebijakan nasional dan daerah," tambah Deni.
Produsen perlu ikut bertanggung jawab daur ulang sampah plastik
Masih berkaitan dengan hasil survei brand audit di Sungai Ciliwung Bogor, tak sedikit pihak yang mengemukakan dorongan agar botol dan gelas plastik diperbesar sebagai solusi dari persoalan sampah plastik yang kian melanda.
Menurut mereka, dengan memperbesar (size up) botol dan gelas plastik, sampah akan lebih mudah dikelola supaya tidak tercecer, sehingga juga akan lebih muda didaur ulang.
Di kesempatan yang sama, Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, berdasarkan Peta Jalan Pengurangan Sampah KLHK 2020-2029, memang ada sejumlah item plastik berukuran kecil yang sudah tidak boleh lagi diproduksi pada 2029.
Sebagaimana diketahui, KLHK menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada 2030 yang disusun dalam peta perjalanan (road maps) melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019. Dalam road maps tersebut, disebutkan pula beberapa pihak yang harus terlibat dalam upaya pengurangan sampah.
Salah satu langkah untuk memenuhi target pengurangan tersebut dilakukan dengan mendorong produsen AMDK untuk mengubah desain produk mini menjadi lebih besar (size up) ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampah.
Lalu, terdapat produk plastik yang secara bertahap sudah harus dihentikan produksinya, antara lain kemasan saset kecil, sedotan plastik di restoran, café dan hotel.
Lebih lanjut, Ujang Solihin menyebut bahwa produsen AMDK pun harus mulai bertanggungjawab dengan menarik kembali botol-botol plastik untuk didaur ulang di bank-bank sampah.
Selain itu, produsen juga diwajibkan untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR).